1. PENGERTIAN SEDIMENTOLOGI
adalah
Ilmu yang mempelajari mengenai tentang proses-proses pembentukan,
transportasi dan pengendapan material yang terakumulasi sebagai sedimen
di dalam lingkungan kontinen dan laut hingga membentuk batuan sedimen.
Sedimentasi
adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air
, angin , es , atau gletser di suatu cekungan. Sedangkan batuan
sedimen adalah suatu batuan yang terbentuk dari hasil proses
sedimentasi, baik secara mekanik maupun secara kimia dan organik.
a. Secara mekanik
Terbentuk dari akumulasi mineral-mineral dan fragmen-fragmen batuan. Faktor-faktor yang penting antara lain :
· Sumber material batuan sedimen :
Sifat dan
komposisi batuan sedimen sangat dipengaruhi oleh material-material
asalnya. Komposisi mineral-mineral batuan sedimen dapat menentukan waktu
dan jarak transportasi, tergantung dari prosentasi mineral-mineral
stabil dan nonstabil.
· Lingkungan pengandapan :
Secara umum
lingkungan pengendapan dibedakan dalam tiga bagian yaitu: Lingkungan
Pengendapan Darat, Transisi dan Laut. Ketiga lingkungan pengendapan ini,
dimana batuan yang dibedakannya masing-masing mempunyai sifat dan
ciri-ciri tertentu.
· Pengangkutan (transportasi) :
Media
transportasi dapat berupa air, angin maupun es, namun yang memiliki
peranan yang paling besar dalam sedimentasi adalah media air. Selama
transportasi berlangsung, terjadi perubahan terutama sifat fisik
material-material sedimen seperti ukuran bentuk dan roundness. Dengan
adanya pemilahan dan pengikisan terhadap butir-butir sedimen akan
memberi berbagai macam bentuk dan sifat terhadap batuam sedimen.
· Pengendapan :
Pengendapan
terjadi bilamana arus/gaya mulai menurun hingga berada di bawah titik
daya angkutnya. Ini biasa terjadi pada cekungan-cekungan, laut, muara
sungai, dll.
· Kompaksi :
Kompaksi
terjadi karena adanya gaya berat/grafitasi dari material-material
sedimen sendiri, sehingga volume menjadi berkurang dan cairan yang
mengisi pori-pori akan bermigrasi ke atas.
· Lithifikasi dan Sementasi :
Bila kompaksi
meningkat terus menerus akan terjadi pengerasan terhadap
material-material sedimen. Sehingga meningkat ke proses pembatuan
(lithifikasi), yang disertai dengan sementasi dimana material-material
semen terikat oleh unsur-unsur/mineral yang mengisi pori-pori antara
butir sedimen.
· Replacement dan Rekristalisasi :
Proses
replacement adalah proses penggantian mineral oleh pelarutan-pelarutan
kimia hingga terjadi mineral baru. Rekristalisasi adalah perubahan atau
pengkristalan kembali mineral-mineral dalam batuan sedimen, akibat
pengaruh temperatur dan tekanan yang relatif rendah.
· Diagenesis :
Diagenesis
adalah perubahan yang terjadi setelah pengendapan berlangsung, baik
tekstur maupun komposisi mineral sedimen yang disebabkan oleh kimia dan
fisika.
b. Secara Kimia dan Organik
Terbentuk oleh
proses-proses kimia dan kegiatan organisme atau akumulasi dari sisa
skeleton organisme. Sedimen kimia dan organik dapat terjadi pada kondisi
darat, transisi, dan lautan, seperti halnya dengan sedimen mekanik.
Masing-masing
lingkungan sedimen dicirikan oleh paket tertentu fisik, kimia, dan
biologis parameter yang beroperasi untuk menghasilkan tubuh tertentu
sedimemen dicirikan oleh tekstur, struktur, dan komposisi properti. Kita
mengacu kepada badan-badan khusus seperti endapan dari batuan sedimen
sebagai bentuk. Istilah bentuk mengacu pada unit stratigrafik dibedakan
oleh lithologic, struktural, dan karakteristik organik terdeteksi di
lapangan. Sebuah bentuk sedimen dengan demikian unit batu itu, karena
deposisi dalam lingkungan tertentu, memiliki pengaturan karakteristik
properti. Lithofacies dibedakan oleh ciri-ciri fisik seperti warna,
lithology, tekstur, dan struktur sedimen. Biogfacies didefinisikan pada
karakteristik palentologic dasar. Inti penekanan adalah bahwa lingkungan
depositional menghasilkan bentuk sedimen. Karakteristik properti dari
bentuk sedimen yang pada gilirannya merupakan refleksi dari kondisi
lingkungan deposional.
Stratigrafi
adalah studi batuan untuk menentukan urutan dan waktu kejadian dalam
sejarah bumi. Dua subjek yang dapat dibahas untuk membentuk rangkaian
kesatuan skala pengamatan dan interpretasi. Studi proses dan produk
sedimen memperkenankan kita menginterpretasi dinamika lingkungan
pengendapan. Rekaman-rekaman proses ini di dalam batuan sedimen
memperkenankan kita menginterpretasikan batuan ke dalam lingkungan
tertentu. Untuk menentukan perubahan lateral dan temporer di dalam
lingkungan masa lampau ini, diperlukan kerangka kerja kronologi.
Ilmu bumi
secara tradisional telah dibagi kedalam sub-disiplin ilmu yang terfokus
pada aspek-aspek geologi seperti paleontologi, geofisika, mineralogi,
petrologi, geokimia, dan sebagainya. Di dalam tiap sub-disiplin ilmu
ini, ilmu pengetahuan telah dikembangkan sebagai teknik analitik baru
yang telah diaplikasikan dan dikembangkannya teori-teori inovatif.
Diwaktu yang sama karena kemajuan-kemajuan di lapangan, maka
diperkenalkannya integrasi kombinasi ide-ide dan keahlian dari berbagai
disiplin ilmu yang berbeda-beda. Geologi adalah ilmu multidisiplin yang
sangat baik dipahami jika aspek-aspek berbeda terlihat berhubungan
antara satu dengan lainnya. Sedimentologi perhatiannya tertuju pada
pembentukan batuan sedimen. Kemudian batuan sedimen dibahas hubungan
waktu dan ruangnya dalam rangkaian stratigrafi di dalam
cekungan-cekungan sedimen. Tektonik lempeng, petrologi dan paleontologi
adalah topik tambahan.
Metode-metode
yang digunakan oleh sedimentologists untuk mengumpulkan data dan bukti
pada sifat dan kondisi depositional batuan sedimen meliputi;
Mengukur dan menggambarkan singkapan dan distribusi unit batu;
Menggambarkan
formasi batuan, proses formal mendokumentasikan ketebalan, lithology,
singkapan, distribusi, hubungan kontak formasi lain
Pemetaan distribusi unit batu, atau unit
Deskripsi batuan inti (dibor dan diambil dari sumur eksplorasi selama hidrokarbon)
Sequence stratigraphy
Menjelaskan perkembangan unit batu dalam baskom
Menggambarkan lithology dari batu;
Petrologi dan
petrography; khususnya pengukuran tekstur, ukuran butir, bentuk butiran
(kebulatan, pembulatan, dll), pemilahan dan komposisi sedimen
Menganalisis geokimia dari batu
Geokimia isotop, termasuk penggunaan penanggalan radiometrik, untuk menentukan usia batu, dan kemiripan dengan daerah sumber.
Lingkungan Sedimen dan Fasies
Lingkungan pada
semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses fisika
dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu
pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat
mencirikan proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial
(sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa dan mengendapkan
material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel (Gambar
1.4). Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus
melewati daerah limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan
dalam bentuk lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh
di daerah floodplain. Dalam satu rangkaian batuan sedimen (Gambar 1.5)
channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat yang
menunjukkan struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar
channel. Setting floodplain akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur
dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain berupa pembentukan
tanah. Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan,
istilah fasies sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan
yang berciri khusus yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading
& Levell 1996). Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan
dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan
kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan.
Jika cukup tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan
pengendapan dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel
sungai jika endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun
bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam
setting lain, termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut dalam.
Pengenalan channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk
menentukan lingkungan pengendapan. Fasies pengendapan batuan sedimen
dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan ketika sedimen
terakumulasi.
Gambar 1.4
Suatu lingkungan sedimen modern: channel sungai pasiran dan floodplain
bervegetasi (dekat Morondava, di bagian barat Madagascar).
Lingkungan Sedimen Modern dan Tua
Kombinasi
proses fisika, kimia dan biologi yang bekerja dalam setiap tempat dan
setiap waktu adalah hal unik, produk proses-proses ini jenisnya tak
terhingga. Dari sudut pandang ilmu pengetahuan objektif, proses yang
menentukan pembentukan batuan sedimen harus diteliti berurutan untuk
menentukan proses fisika yang terdapat di dalam lingkungan, sifat
kimiawi air, dan sebagainya. Untuk tujuan pelatihan kita dapat
mempertimbangkan sejumlah lingkungan prinsip yang memiliki karakterisitk
yang dapat dikenali. Kategori-kategori lingkungan ini terdiri dari
anggota-anggota terakhir dan berada di sepanjang spektrum setting
pengendapan. Kemungkinan keberagaman dari karakter ‘tipikal’ lingkungan
tertentu tidak ada habisnya dan juga mungkin ada situasi peralihan atau
menengah (intermediate) di antara dua setting. Bahaya kesalahan
interpretasi (pigeon-holing) harus selalu dijaga dalam pikiran kita:
suatu rangkaian batupasir tipis dan lapisan batulumpur mungkin memiliki
karakter umum pengendapan dalam setting laut dalam tapi kehadiran
rekahan-rekahan (dessication crack) dalam batulumpur akan menjadi bukti
jelas bahwa singkapan tersebut adalah singkapan darat (subaerial), tidak
konsekuen dengan pembentukan di dalam air dalam.
Cara untuk
membahas lingkungan pengendapan adalah memulainya dari daerah pegunungan
dimana pelapukan dan erosi menghasilkan detritus klastik, dan turun
hingga dasar laut dalam. Karakter lingkungan kontinen, pantai (coastal)
dan laut dangkal diantaranya dipengaruhi oleh suplai detritus klastik,
curah hujan, temperatur, produktivitas biogenik, topografi di darat dan
batimetri di laut. Beberapa proses mungkin sangat umum dalam banyak
lingkungan yang berbeda: pengendapan dari suspensi material berbutir
halus membentuk lapis lumpur yang mungkin terdapat di atas floodplain,
di dalam danau, laguna, teluk tersembunyi (sheltered bays), setting
paparan bagian luar dan laut terdalam. Proses-proses yang unik untuk
setting tertentu: aliran bolak-balik (reversal) reguler berkaitan dengan
aksi tidal adalah ciri unik lingkungan laut dangkal dan pantai. Secara
umum, kombinasi proses-proses dapat merupakan karakter tiap-tiap setting
pengendapan.
Asosiasi
proses-proses pengendapan dapat merupakan karakteristik lingkungan
pengendapan yang berbeda dan memperkenankan kita mengenali sejumlah
kategori lingkungan utama.
Gambar 1.5
Batuan sedimen yang diinterpretasikan sebagai endapan channel sungai
(lensa batupasir di bawah kaki) yang tergerus hingga batulumpur yang
diendapkan di
Dengan
dikemukannya doktrin uniformitarisme pada akhir abad ke 19 berdampak
besar sekali pada perkembangan ilmu sedimentologi ini. Hal ini terlihat
jelas pada tulisan beberapa penulis, seperti Sorby (1853) dan Lyell
(1865) yang mengemukakan interpretasi modern tentang struktur dan
tekstur dari batuan sedimen. Sampai pertengahaan abad ke 20,
sedimentologi lebih dikenal hanya sebatas pada studi di bawah mikroskop,
terutama untuk fosil. Dalam perioda itu mineral berat dan penghitungan
secara petrografis (point counting) berkembang dengan pesat. Secara
serentak, para ahli stratigrafi menemukan fosil-fosil kunci penunjuk
umur batuan.
Para ahli
geologi struktur mempunyai andil besar mendorong pengembangan ilmu
sedimentologi. Mereka menemui kesulitan dalam menentukan bagian atas dan
bagian bawah suatu lapisan yang sudah terlipat kuat sampai terjadi
pembalikan lapisan. Beberapa struktur sedimen seperti retakan
(desiccation crack), silang siur dan perlapisan bersusun, sangat edial
untuk memecahkan persoalan ini (Shrock, 1948). Pada 1950an sampai awal
1960an berkembang konsep tentang arus turbit. Sementara itu ahli
petrografi masih sibuk menghitung zirkon dan ahli stratigrafi sibuk pula
mengumpulkan fosil sebanyak-banyaknya, ahli struktur geologi sudah
mulai bertanya berapa tebal runtunan endapan turbit ini di geosinklin.
Pertanyaan ini menyibukan geologiawan untuk mengetahui hasil endapan
turbit pada setiap jenis.
Pendorong lain
terhadap perkembangan sedimentologi datang dari perusahaan minyak,
dimana mereka mulai mencari jebakan stratigrafi. Pelopornya adalah
American Petroleum Institute dengan Project 51-nya, yang mempelajari
secara multi disiplin dari sedimen moderen di Teluk Meksiko. Kemudian
kegiatan seperti ini diikuti oleh perusahaan lain, universitas dan
institusi oseanografi. Sehingga pada akhir 1960an sedimentologi sudah
kokoh menjadi suatu cabang ilmu pengetahuan sendiri.
Pada 1970an
penelitian sedimentologi mulai beralih dari makroskopis dan fisik ke
arah mikroskopis dan kimia. Dengan perkembangan teknik analisa dan
penggunaan katadoluminisen dan mikroskop elektron memungkinkan para ahli
sedimentologi mengetahui lebih baik tentang geokimia. Perkembangan yang
pesat ini memacu kita untuk mengetahui hubungan antara diagenesa,
pori-pori dan pengaruhnya terhadap evolusi porositas dengan kelulusan
batupasir dan batugamping.
Saat ini
berkembang perbedaan antara makrosedimentologi dan mikrosedimentologi.
Makrosedimentologi berkisar studi fasies sedimen sampai ke struktur
sedimen. Di lain fihak, mikrosedimentologi meliputi studi batuan sedimen
di bawah mikroskop atau lebih dikenal dengan petrografi.
SEJARAH SEDIMENTOLOGI
Pemelajaran
sedimen sebagai disiplin tersendiri, terpisah dari stratigrafi, dimulai
dengan terbitnya surat terbuka Henry Clifton Sorby (1879) kepada
Presiden Geological Society of London yang berjudul “On the structure
and origin of limestones.”
Sorby
memperkenalkan studi sayatan tipis sebagai salah satu teknik penelitian
batuan sedimen. Teknik itu kemudian digunakan sebagai salah satu teknik
paling mendasar dalam penelitian petrologi, baik penelitian petrologi
batuan sedimen, maupun penelitian petrologi batuan beku dan batuan
metamorf.
Studi sayatan
tipis kemudian lebih banyak dikembangkan oleh para ahli petrologi batuan
beku, khususnya para ahli petrologi Jerman seperti Rosenbusch dan
Zirkel.
Sebaliknya,
teknik itu justru agak diabaikan oleh para ahli yang menggeluti batuan
sedimen. Hal itu mungkin terjadi karena generasi ahli sedimen saat itu
lebih terdidik sebagai ahli stratigrafi, bukan ahli petrologi sedimen
atau ahli sedimentologi. Namun, masih ada beberapa orang yang dapat
dipandang sebagai pengecualian, misalnya Lucien Cayeux dari Perancis.
Studi sayatan tipis batuan sedimen, yang pernah ditinggalkan, kini ini
kembali mendapat perhatian yang cukup serius dari kalangan
Pada akhir abad
19 serta awal abad 20, para ahli petrologi sedimen lebih banyak
menujukan perhatian pada pemelajaran mineralogi sedimen, khususnya
mineral berat (BJ > 2,85).
Studi mineral
berat umumnya dilakukan oleh para ahli Eropa. Hasil penelitian Illing
(1916), yang menunjukkan bahwa endapan sedimen dalam cekungan tertentu
cenderung mengandung kumpulan mineral berat tertentu, telah mendorong
munculnya apa yang disebut sebagai “korelasi mineral berat”
(“heavy-mineral correlation”). Kegunaan mineral berat sebagai “alat”
korelasi dan penerapannya dalam korelasi bawah permukaan dalam kegiatan
eksplorasi migas telah menambah daya tariknya.
Puncak fasa
perkembangan studi mineral berat ditandai dengan terbitnya Principles of
Sedimentary Petrography karya Milner (1922). Buku itu pernah dijadikan
rujukan oleh para ahli yang ingin mempelajari mineral detritus dalam
pasir.
Makin lama pemelajaran mineral berat makin kurang diminati para ahli sedimen. Hal itu terjadi karena:
(1)timbulnya
keraguan akan kesahihan korelasi yang didasarkan pada kehadiran mineral
berat seperti yang diajukan oleh Sidowski dan Weyl;
(2)adanya
perkembangan baru, yakni pemakaian mikrofosil dan well logs sebagai alat
korelasi bawah permukaan. Agaknya sebab kedua itulah yang “mengakhiri”
era studi mineral berat.
Pada 1919,
thesis master C. K. Wentworth yang berjudul A Field and Laboratory Study
of Cobble Abrasion diterbitkan dalam Journal of Geology.
Wentworth, yang
pada waktu itu merupakan mahasiswa pasca sarjana pada University of
Iowa, mengembangkan satu rancangan baru untuk meneliti material sedimen.
Dia juga mampu mendefinisikan kebundaran sebagai suatu sifat fisik
partikel sedimen yang dapat diukur.
Kuantifikasi
sifat itu mampu menggantikan penilaian subjektif yang sebelum-nya
digunakan oleh para ahli sedimentologi dalam menentukan kebundaran.
Lebih jauh
lagi, kuantifikasi memicu munculnya data kuantitatif serta memungkinkan
dilakukannya studi laboratorium terhadap proses sedimentasi, misalnya
abrasi kerakal.
Dengan demikian, Wentworth membawa sedimentologi untuk memasuki era pengukuran dan percobaan terkontrol.
Lahirnya
geokimia sebagai cabang ilmu geologi baru menyebabkan munculnya metoda
dan data observasi baru mengenai berbagai hal yang banyak menarik
perhatian para ahli sedimentologi.
Sebagian besar
penelitian geokimia pada mulanya diarahkan pada penelitian kuantitatif
untuk mengetahui penyebaran unsur-unsur kimia di alam, termasuk
penyebarannya dalam batuan sedimen. Lambat laun data tersebut menuntun
para ahli untuk memahami apa yang disebut sebagai siklus geokimia
(geochemical cycle) serta penemuan hukum-hukum yang mengontrol
penyebaran unsur dan proses-proses yang menyebabkan timbulnya pola
penyebaran unsur seperti itu.
Baru-baru ini,
kimia nuklir (nuclear chemistry) menyumbangkan sebuah “jam” dan
“termometer” yang pada gilirannya membuka era penelitian baru terhadap
sedimen.
Unsur-unsur
radioaktif, khususnya 14C dan 40K, memungkinkan dilakukannya metoda
penanggalan langsung terhadap batuan sedimen tertentu.
Metoda 14C,
yang dikembangkan oleh Libby, dapat diterapkan pada endapan resen.
Metoda 40K/40Ar terbukti dapat diterapkan pada glaukonit, felspar
autigen, mineral lempung, dan silvit yang ditemukan dalam endapan tua.
Analisis isotop dapat digunakan untuk menentukan temperatur purba.
Metoda Urey—berdasar-kan nisbah 16O/18O yang merupakan fungsi dari
temperatur—dapat dipakai untuk menaksir temperatur pembentukan cangkang
fosil yang ada dalam endapan bahari.
Berbagai kajian
teoritis dan eksperimental tentang stabilitas mineral pada berbagai
kondisi oksidasi-reduksi (Eh) dan pH dilakukan oleh Garrels dan beberapa
ahli lain (lihat Garrels & Christ, 1965). Penelitian aspek-aspek
geokimia sedimen banyak menambah pengertian kita tentang endapan
sedimen. Buku-buku yang membahas tentang topik-topik geokimia sedimen
antara lain adalah Geochemistry of Sediments karya Degens (1965) dan
Principles of Chemical Sedimentology karya Berner (1971).
Gambaran tiga
dimensional untuk mempelajari sedimen resen mendorong orang untuk
meninjau lebih jauh geometri dan penampang vertikal sedimen, baik
sedimen resen maupun sedimen purba.
Bentuk dan
dimensi endapan pasir merupakan salah satu hal yang banyak menarik
perhatian para ahli dan telah dijadikan tema simposium pada 1960
(Peterson & Osmond, 1961). Demikian pula dengan morfologi terumbu
modern dan purba (lihat, misalnya, Reef Issue pada Bullentin AAPG vol.
34, no. 2).
Kecenderungan
untuk mempelajari struktur sedimen mendorong para ahli untuk memahami
cara pembentukannya. Karena banyak diantara struktur sedimen itu
terbentuk oleh arus, maka studi hidrodinamika proses pembentukan sedimen
dan struktur sedimen kemudian mendapat perhatian khusus.
Hal inilah yang
mendorong terbitnya Primary Sedimentary Structures and Their
Hydrodynamic Interpretation (disunting oleh Middleton, 1965) serta
sejumlah makalah penting yang disusun oleh Allen (1969, 1970, 1971) dan
beberapa ahli lain.
Ketertarikan
pada geometri, urut-urutan vertikal, dan struktur sedimen menyebabkan
terjadinya perubahan besar dalam penelitian sedimen, yakni penekanan
kembali pentingnya studi mineralogi dan tekstur sedimen serta
pengembangan studi struktur sedimen, geometri, dan urut-urutan vertikal.
Penelitian sedimen yang dipandang sebagai bentuk fusi dari stratigrafi
dan petrologi sedimen ini disebut sedimentologi (Doeglas, 1951).
Lahirnya
sedimentologi telah menyebabkan bertambah luasnya ruang lingkup studi
sedimen: dari hanya sekedar studi lingkungan pengendapan menjadi studi
cekungan.
Sejarah Sedimentologi Tahapan perkembangan Sedimentologi :
1.Tahap studi endapan sedimen sebagai satuan stratigrafi
2.Pengumpulan data batuan sedimen dan formulasi tafsiran-tafsiran tentatif
3.Lahirnya
petrografi sedimen sebagai disiplin ilmu baru dengan penekanan pada
studi sayatan tipis sedimen purba dan analisis laboratorium mengenai
tekstur dan mineralogi sedimen lepas.
4.Studi tiga
dimensi sedimen serta analisis lingkungan berdasarkan geometri,
penampang vertikal dan struktur sedimen. Perkembangan ini meliputi studi
lapangan dan laboratorium sehingga lebih tepat disebut sedimentologi.
APLIKASI SEDIMENTOLOGI
Sebagai ilmu
pengetahuan sedimentologi sangat erat berhubungan dengan tiga ilmu
dasar: biologi, fisika mupun kimia. Biologi, yang mempelajari binatang
dan tetumbuhan, dapat mempelajari sisa kehidupan masa silam yang sudah
menjadi fosil. Ilmu ini dikenal dengan namapaleontologi. Paleontologi
sangat bermanfaat dalam studi stratigrafi, terutama dalam penentuan umur
runtunan batuan berdasarkan kandungan fosilnya (biostratigrafi) dan
kaitannya dengan litostratigrafi. Hal ini sangat berguna bagi analisa
struktur dan sedimentologi regional. Selain itu paleontologi juga
melukan studi lingkungan purba dimana fosil itu hidup dan berhubungan
dengan kehidupan lainnya. Studi lingkungan kehidupan fosil secara
mendalam akan dapat membantu mengetahui cuaca, musim, bahkan kecepatan
arus dan pengendapan batuan yang menyertai fosil tersebut.
Sedimentologi
telah memberikan kontribusi ke berbagai bidang, baik dalam pemanfaatan
kekayaan alam maupun perekayasaan lingkungan. Banyak ahli sedimentologi
datang dari usaha minyak bumi dan sedikit dari usaha tambang lainnya.
Pada pekerjaan
teknik sipil yang berhubungan dengan aliran air misalnya pelabuhan,
penahan erosi pantai, dan jaringan pipa di dasar laut, (Tabel 1.1)
sangat membutuhkan studi rinci tentang keadaan lokasi dimana bangunan
itu akan ditempatkan. Studi ini meliputi angin, arus gelombang, pasang
surut dan sedimentasi serta sifat fisik batuannya.
Tabel 1.1: Aplikasi sedimentologi (Selley, 1988)
APLIKASI
BIDANG TERKAIT
Konstruksi di laut
Jaringan pipa
Oseanografi
I.Lingkungan
Penahan erosi pantai
Dermaga dan pelabuahan
Penggalian dan terowongan
Indentifikasi lokasi
pembuangan limbah nuklir
Fondasi jalan raya
Geologi teknik
Landasan pacu pesawat terbang
Pasir, kerikil dan campuran
Penggalian
II. Penggalian
Pengambilan
Seluruh Batuan
Lempung
Batugamping
Geologi tambang
Batubara
Bijih sediment
B. Pengambilan
cairan dalam
pori-pori
Air
Hidrologi
Minyak bumi
Geologi minyak bumi
Gas
NILAI EKONOMIS DARI SEDIMEN
“Menurut data statistik yang ada saat ini, sekitar 85–90% produk mineral
tahunan berasal dari mineral sedimenter dan endapan bijih…”
(Goldschmidt, 1937). Kenyataan itu sudah cukup menjadi alasan untuk
mempelajari sedimentologi.
Sedimen memiliki nilai ekonomis karena beberapa hal :
Merupakan wadah tempat dimana bahan bakar fosil (migas) serta air terkandung.
Merupakan material bahan bakar, misalnya batubara dan serpih minyak (oil shale).
Merupakan material baku industri keramik, semen portland, serta bahan bangunan.
Material tempat dimana mineral logam dan non-logam terakumulasi.
Nilai
Ekonomis Dari Sedimen sangat penting artinya dalam dunia rekayasa dan
geomorfologi, terutama untuk memahami dan mengantisipasi fenomena erosi
pantai, pembuatan pelabuhan, manajemen dataran banjir, dan erosi tanah.
Jadi, tidak salah bila dikatakan bahwa untuk menjadi ahli
geologi-ekonomi, seseorang pertama-tama harus menjadi ahli
sedimentologi.
Partikel Sedimen :
Jenis Partikel Sedimen
Bentuk Partikel Sedimen; Sphericity dan Roundness
Tekstur permukaan sediment permukaan
Ukuran dan Sebaran partikel sedimen Bahan penyusun partikel sedimen
2. PENGERTIAN STRATIGRAFI
merupakan
cabang Geologi yang membahas tentan pemerian, pengurutan, pengelompokan,
dan klasifikasi tubuh batuan serta korelasinya satu terhadap lainnya.
Dari hasil
perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat dikembangkan
lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil
(biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi).
stratigrafi :
Strata = Perlapisan, sedimen
Grafi = Pemerin / Uraian
Dalam arti sempit Stratigrafi adalah ilmu yang membahas tentang uraian / pemerian perlapisan batuan. Sedangkan -
Arti luasnya adalah aturan, hubungan dan kejadian macam-macam batuan dialam, dalam dimensi ruang dan waktu geologi.
Tujuan dari Stratigrafi yaitu :
1. Memberikan pengertian tentang
Konsep-Konsep / Prinsip Dasar Stratigrafi
Unsur-Unsur Stratigrafi
Arti Dan Makna Kolom Stratigrafi
Hubungan Strata
Spesies Sedimenter
Lingkungan Pengendapan
2. Memberikian pengertian tentang penggamaan konsep-konsep dasar Stratigrafi untuk analisis Stratigrafi.
1).
A. Konsep-Konsep / Prinsip Dasar Stratigrafi
Dalam
pembelajaran stratigrafi permulaannya adalah pada prinsip-prinsip dasar
yang sangat penting aplikasinya sekarang ini.Sebagai dasar dari studi
ini Nicolas Steno membuat empat prinsip tentang konsep dasar perlapisan
yamg sekarang dikenal dengan “Steno’s Law”.
Empat prinsip steno tersebut adalah :
1.The Principles of Superpositin (Prinsip Superposisi)
Dalam
suatu uruan perlapisan, lapisan yang lebih muda adalah lapisan yang
berada diatas lapisan yang lebih tua. “pada waktu suatu lapisan
terbentuk (saat terjadinya pengendapan), semua massa yang berada
diatasnya adalah fluida, maka pada saat suatu lapisan yang lebih dulu
terbentuk, tidak ada keterdapatan lapisan diatasnya.” Steno, 1669
2.Principle of Initial Horizontality
Jika lapisan
terendapkan secara horizintal dan kemudian terdeformasi menjadi
beragam posisi.”Lapisan baik yang berposisi tegak lurus maupun miring
terhadap horizon, pada awalnya paralel terhadap horizon“. Steno, 1669
3.lateral Continuity
Dimana
suatu lapisan dapat diasumsikan terendapkan secara lateral dan
berkelanjutan jauh sebelum akhirnya terbentuk sekarang. “Material yang
membentuk suatu perlapisan terbentuk secara menerus pada permukaan bumi
walaupun beberapa material yang padat langsung berhenti pada saat
mengalami transportasi.” Steno, 1669
4.Principle of Cross Cutting Relationship
Suatu
struktur geologi seperti sesar atau tubuh intruksi yang memotong
perlapisan selalu berumur lebih muda dari batuan yang diterobosnya.
“Jika suatu tubuh atau diskontinuitas memotong perlapisan, tubuh
tersebut pasti terbentuk setelah perlapisan tersebut terbentuk.” Steno,
1669
William Smith
(1769-1839) seorang peneliti dari inggris. Smith adalah seorang insinyur
yang bekerja disebuah bendungan, ia mengemukakan teori biostratigrafi
dan korelasi stratigrafi. Smith mengungkapkan dengan menganalisa
keterdapatan fosil dalam suatu batuan, maka suatu lapisan yang satu
dapat dikorelasikan dengan lapisan yang lain, yang merupakan satu
perlapisan. Dengan korelasi stratigrafi maka dapat mengetahui sejarah
geologinya pula.
Dalam studi
hubungan fosil antar perlapisan batuan, ia pun menyimpulkan suatu hukum
yaitu “Law of Faunal Succession“, pernyataan umum yang menerangkan bahwa
fosil suatu organisme terdapat dalam data rekaman stratigrafi dan dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejarah geologi yang pernah
dilaluinya. Jasanya sebagai pencetus biostratigrafi membuat ia dikenal
dengan sebutan “Bapak Stratigrafi”.
Ahli
stratigrafi lainn seperti D’Orbigny dan Albert Oppel juga berperan besar
dalam perkembangan ilmu stratigrafi. D’Orbigny mengemukakan suatu
perlapisan secara sistematis mengikuti yang lainnyayang memiliki
karakteristik fosil yang sama. Sedangkan Oppel berjasa dalam mencetuskan
konsep “Biozone”.Biozone adalah satu unit skala kecil yang mengandung
semua lapisan yang diendapkan selama eksistensi/keberadaan fosil
organisme tertentu.Kedua orang nilah yang juga mencetuskan pembuatan
standar kolom stratigrafi.
B. Unsur-Unsur Stratigrafi
Didalam penyelidikan stritigrafi ada dua unsur penting pembentuk stratigrafi yang perlu di ketahui, yaitu:
1. Unsur batuan
Suatu hal yang penting didalam unsur batuan adalah pengenalan dan
pemerian litologi. Seperti diketahui bahwa volume bumi diisi oleh batuan
sedimen 5% dan batuan non-sedimen 95%. Tetapi dalam penyebaran batuan,
batuan sedimen mencapai 75% dan batuan non-sedimen 25%. Unsur batuan
terpenting pembentuk stratigrafi yaitu sedimen dimana sifat batuan
sedimen yang berlapis-lapis memberi arti kronologis dari lapisan yang
ada tentang urut-urutan perlapisan ditinjau dari kejadian dan waktu
pengendapannya maupun umur setiap lapisan.
Dengan adanya
ciri batuan yang menyusun lapisan batuan sedimen, maka dapat dipermudah
pemeriannya, pengaturannya, hubungan lapisan batuan yang satu dengan
yang lainnya, yang dibatasi oleh penyebaran ciri satuan stratigrafi yang
saling berhimpit, bahkan dapat berpotongan dengan yang lainnya.
2. Unsur perlapisan
Unsur
perlapisan merupakan sifat utama dari batuan sedimen yang memperlihatkan
bidang-bidang sejajar yang diakibatkan oleh proses-proses sedimetasi.
Mengingat bahwa perlapisan batuan sedimen dibentuk oleh suatu proses
pengendapan pada suatu lingkungan pengendapan tertentu, maka Weimer
berpendapat bahwa prinsip penyebaran batuan sedimen tergantung pada
proses pertumbuhaan lateral yang didasarkan pada kenyataan, yaitu
bahwa:
• Akumulasi
batuan pada umumnya searah dengan aliran media transport, sehingga
kemiringan endapan mengakibatkan terjadinya perlapisan selang tindih
(overlap) yang dibentuk karena tidak seragamnya massa yang
diendapkannya.
• Endapan di atas suatu sedimen pada umumnya cenderung membentuk sudut terhadap lapisan sedimentasi di bawahnya.
C. Arti Dan Makna Kolom Stratigrafi
Kolom
stratigrafi pada hakekatnya adalah kolom yang menggambarkan susunan
berbagai jenis batuan serta hubungan antar batuan atau satuan batuan
mulai dari yang tertua hingga termuda menurut umur geologi, ketebalan
setiap satuan batuan, serta genesa pembentukan batuannya. Pada umumnya
banyak cara untuk menyajikan suatu kolom stratigrafi, namun demikian ada
suatu standar umum yang menjadi acuan bagi kalangan ahli geologi
didalam menyajikan kolom stratigrafi. Penampang kolom stratigrafi
biasanya tersusun dari kolom-kolom dengan atribut-atribut sebagai
berikut: Umur, Formasi, Satuan Batuan, Ketebalan, Besar-Butir, Simbol
Litologi, Deskripsi/Pemerian, Fosil Dianostik, dan Linkungan
Pengendapan.
Kolom stratigrafi yang diperoleh dari jalur yang diukur siap dijadikan dasar untuk :
1. Penentuan
batas secara tepat dari satuan-satuan stratigrafi formal maupun
informal, yang dalam peta dasar yang dipakai terpetakan atau tidak,
sehingga akan meningkatkan ketepatan dari pemetaan geologi yang
dilakukan di tempat dimana dilakukan pengukuran tadi.
2. Penafsiran
lingkungan pengendapan satuan-satuan yang ada di kolom tersebut serta
sejarah geologi sepanjang waktu pembentukan kolom tersebut.
3. Sarana korelasi dengan kolom-kolom yang diukur di jalur yang lain.
4. Pembuatan penampang atau profil stratigrafi (stratigraphic section) untuk wilayah tersebut.
5. Evaluasi
lateral (spatial = ruang) dan vertical (temporal = waktu) dari seluruh
satuan yang ada ataupun sebagian dari satuan yang terpilih, misalnya
saja :
a. lapisan batupasir yang potensial sebagai reservoir.
b. lapisan batubara.
c. lapisan yang kaya akan fosil tertentu.
d. Lapisan bentonit dan lain-lain.
Ada dua metoda yang biasa dilakukan dalam usaha pengukuran jalur stratigrafi. Metoda tersebut adalah :
• Metoda rentang tali.
• Metoda tongkat Jacob (Jacob’s staff method).
Metoda rentang tali atau yang dikenal juga sebagai metoda Brunton and tape (Compton, 1985; Fritz & Moore, 1988)
“dilakukan
dengan dasar perentangan tali atau meteran panjang. Semua jarak dan
ketebalan diperoleh berdasar rentangan terbut. Pengukuran dengan metoda
ini akan langsung menghasilkan ketebalan sesungguhnya hanya apabila
dipenuhi syarat sebagai berikut”:
• Arah rentangan tali tegak lurus pada jalur perlapisan.
• Arah kelerengan dari tebing atau rentangan tali tegak lurus pada arah kemiringan.
Diantara 2 ujung rentangan tali tidak ada perubahan jurus maupun kemiringan
Tabel 8.1
adalah kolom stratigrafi daerah Karawang Selatan, Jawa Barat yang
tersusun dari kiri ke kanan sebagai berikut: umur, formasi, satuan
batuan, simbol litologi, deskripsi batuan, dan lingkungan pengendapan.
D. Kondasi Dan Waktu Geologi
Terdapat dua penjelasan yang berbeda tentang stratigrafi, antara lain :
Waktu geologi, dimana meliputi jutaan tahun yang lampau sejak keterbentukan bumi.
Bukti material batuan, mineral dan fosil, untuk kejadian-kejaidan dalam sejarah bumi.
Kejadian-kejadian
tersebut digambarkan dalam terminologi waktu dan penentuan waktu yang
berjalan pada setiap material geologi, sehingga kedua penjelasan diatas
saling berhubungan. Namun dari pandangan keilmuan yang objektif kedua
konsep tersebut tetap terpisah dan sangat penting keberadaannya.
Waktu Geologi
Alur waktu
sejak terbentuknya bumi terbagi menjadi satuan-satuan geokronologi, yang
merupakan pembagian waktu dalam taun atau dalam penamaan tertentu yang
mempresentasikan waktu tertentu.
Hirarki dari waktu geologi telah diterapkan, berikut dari periode terpanjang sampai terpendek :
Eon, merupakan periode waktu terpanjang, terbagi menjadi 3 eon, yakni arkeozoikum, proterozoikum, dan fanerozoikum.
Era, eon terbagi lagi menjadi beberapa era, fanerozoikum terbagi menjadi paleozoikum, mesozoikum, dan kenozoikum.
Period, merupakan bagian dari era, contohnya mesozoikum terbagi menjadi triastik, jura, dan kapur.
Epoch, pembagian selanjutnya dari periode, contohnya yaitu awal kapur, perengahan kapur, dan akhir kapur.
Age, merupakan pembagian akhir yang hanya terdiri dari rentang beberapa juta tahun.
Material Satuan Stratigrafi
Kontras dengan
waktu geologi, satuan stratigrafi didasarkan pada kesatuan materialnya.
Ada dua tipe dasar material stratigrafi yang dapat dikenali, antara lain
:
(1) lithostratigraphy
Melengkapi
pembahasan tentang litostratigrafi sebelumnya, bahwa satuan
litostratigrafi dapat didefinisikan sebagai suatu tubuh batuan yang
dapat dibedakan berdasarkan karakteristik litologi dan posisi
stratigrafi relatif terhadap tubuh batuan lainnya.
(2) Chronostratigraphy
Merupakan suatu
tubuh batuan yang batas atas dan bawahnya memiliki permukaan yang
isokron (memiliki kesamaan waktu). Suatu permukaan yang isokron
terbentuk pada waktu yang sama dimanapun.
Satuan
kronostratigrafi dibedakan dengan menentukan umur-umur dari
batuan-batuan yang ada baik langsung melalui perhitungan isotop atau
dengan kalibrasi informasi biostratigrafi. Satuan kronostratigrafi
merupakan kesatuan fisik bSukanlah konsep abstrak, yang memiliki
persamaan langsung dengan satuan waktu geologi.
E. Hubungan Strata
Hubungan
Stratum adalah suatu layer batuan yang dibedakan dari strata lain yang
terletak di atas atau dibawahnya. William Smith, “Bapak stratigrafi”,
adalah orang yang pertama-tama menyadari kebenaan fosil yang terkandung
dalam sedimen. Sejak masa Smith, stratigrafi terutama membahas tentang
penggolongan strata berdasarkan fosil yang ada didalamnya. Penekanan
penelitian stratigrafi waktu itu diletakkan pada konsep waktu sehingga
pemelajaran litologi pada waktu itu dipandang hanya sebagai ilmu
pelengkap dalam rangka mencapai suatu tujuan yang dipandang lebih
penting, yakni untuk menggolongan dan menentukan umur batuan.
Pada
tahun-tahun berikutnya, pemelajaran minyakbumi secara khusus telah
memberikan konsep yang sedikit berbeda terhadap istilah stratigrafi.
Konsep yang baru itu tidak hanya menekankan masalah penggolongan dan
umur, namun juga litologi. Berikut akan disajikan beberapa contoh yang
menggambarkan konsep-konsep tersebut di atas.
Moore
(1941, h. 179) menyatakan bahwa “stratigrafi adalah cabang ilmu geologi
yang membahas tentang definisi dan pemerian kelompok-kelompok batuan,
terutama batuan sedimen, serta penafsiran kebenaannya dalam sejarah
geologi.” Menurut Schindewolf (1954, h. 24), stratigrafi bukan
“Schichtbeschreibung”, melainkan sebuah cabang geologi sejarah yang
membahas tentang susunan batuan menurut umurnya serta tentang skala
waktu dari berbagai peristiwa geologi (Schindewolf, 1960, h. 8).
Teichert (1958, h. 99) menyajikan sebuah ungkapan yang lebih kurang sama
dalam mendefinisikan stratigrafi sebagai “cabang ilmu geologi yang
membahas tentang strata batuan untuk menetapkan urut-urutan kronologinya
serta penyebaran geografisnya.” Sebagian besar ahli stratigrafi
Perancis juga tidak terlalu menekankan komposisi batuan sebagai sebuah
domain dari stratigrafi (Sigal, 1961, h. 3).
Definisi
istilah stratigrafi telah dibahas pada pertemuan International
Geological Congress di Copenhagen pada 1960. Salah satu kelompok, yang
sebagian besar merupakan ahli-ahli geologi perminyakan, tidak menyetujui
adanya pembatasan pengertian dan tujuan stratigrafi seperti yang telah
dicontohkan di atas. Bagi para ahli geologi itu, “stratigrafi adalah
ilmu yang mempelajari strata dan berbagai hubungan strata (bukan hanya
hubungan umur) serta tujuannya adalah bukan hanya untuk memperoleh
pengetahuan mengenai sejarah geologi yang terkandung didalamnya,
melainkan juga untuk memperoleh jenis-jenis pengetahuan lain, termasuk
didalamnya pengetahuan mengenai nilai ekonomisnya” (International
Subcommission on Stratigraphy and Terminology, 1961, h. 9). Konsep
stratigrafi yang luas itu dipertahankan oleh subkomisi tersebut yang,
sewaktu memberikan komentar terhadap berbagai definisi stratigrafi yang
ada saat itu, menyatakan bahwa stratigrafi mencakup asal-usul,
komposisi, umur, sejarah, hubungannya dengan evolusi organik, dan
fenomena strata batuan lainnya (International Subcommission on
Stratigraphy and Terminology, 1961, h. 18).
Karena
berbagai metoda petrologi, fisika, dan kimia makin lama makin banyak
digunakan untuk mempelajari strata dan makin lama makin menjadi bagian
integral dari penelitian stratigrafi, maka kelihatannya cukup beralasan
bagi kita untuk mengadopsi konsep stratigrafi yang luas sebagaimana yang
diyakini oleh subkomisi tersebut.
F. Fasies Sedimenter
Pengertian Fasies
Fasies
merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang
khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi
memperlihatkan aspek fasies yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada
di bawah, atas dan di sekelilingnya.
Fasies umumnya
dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-fasies tersebut
berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti
lingkungan. Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau
dipandang sebagai basic architectural element dari suatu lingkungan
pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna bentuk tiga dimensi
tubuhnya (Walker dan James, 1992).
Menurut Slley
(1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali
dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri,
litologi, struktur sedimen, fosil, dan pola arus purbanya. Fasies
sedimen merupakan produk dari proses pengendapan batuan sedimen di dalam
suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan pengendapan
tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang
merangkum hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :
1. Geometri :
a (regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)
b (intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
2. Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi dengan log sumur (GR dan SP)
3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core
4. Struktur sedimen : dari core
Model Fasies (Facies Model)
Model fasies
adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model fasies adalah
suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus ( Walker ,
1992).Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari
fasies dengan diagram blok atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini
menunjukkan sebagaio ukuran yang bertujuan untuk membandingkan
framework dan sebagai penunjuk observasi masa depan. model fasies
memberikan prediksi dari situasi geologi yang baru dan bentuk dasar dari
interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir hidrodinamik. Model fasies
merupakan suatu cara untuk menyederhanakan, menyajikan, mengelompokkan,
dan menginterpretasikan data yang diperoleh secara acak.
Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :
a) Model
Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga
dimensi, dan bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework
b) Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan deposisi oleh waktu .
c) Model
statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear
multiple, analisis trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika
model berfungsi untuk mengetahui beberapa parameter lingkungan
pengendapan atau memprediksi respon dari suatu elemen dengan elemen lain
dalam sebuah proses-respon model.
Facies Sequence
Suatu unit yang
secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara
geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen
ditentikan oleh sifat fisik lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan
bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan atau lamanya pengendapan dan
tidak dari interpretasi global atau asalnya regional (sea level change).
Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut
pandang. Sekuen berdasarkan genetically unit.
Ciri-ciri sequence boundary :
1. membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.
2. terbentuk secara relatif sangat cepat (<10.000 tahun).
3. mempunyai suatu nilai dalam chronostratigrafi.
4. selaras yang berurutan dalam chronostratigrafi.
5. batas sekuen dapat ditentukan dengan ciri coarsening up ward.
Asosiasi Fasies
Mutti dan Ricci
Luchi (1972), mengatakan bahwa fasies adalah suatu lapisan atau
kumpulan lapisan yang memperlihatkan karakteristik litologi, geometri
dan sedimentologi tertentu yang berbeda dengan batuan di sekitarnya.
Suatu mekanisme yang bekerja serentak pada saat yang sama. Asosiasi
fasies didefinisikan sebagai suatu kombinasi dua atau lebih fasies yang
membentuk suatu tubuh batuan dalam berbagai skala dan kombinasi.
Asosiasi fasies ini mencerminkan lingkungan pengendapan atau proses
dimana fasies-fasies itu terbentuk.
Sekelompok
asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan lingkungan
sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies ditemukan di sebuah
fluviatile lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan
fasies fluvial asosiasi.
Pembentukan
dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke atas.
Litologi sedimen ini menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh
braided stream berenergi tinggi.
a. Asosiasi fasies 1
Asosiasi fasies
terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi, tinggi
energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem
aluvial. Trace fosil yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi
berarti depositional menggali organisme tidak dapat bertahan.
b. Asosiasi fasies 2
Fasies ini
mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-kadang
terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen. Bed berada di seluruh tipis,
planar dan disortir dengan baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2
meter (7 ft) unit "bedded sandsheets"- lapisan batu pasit yang
membentuk lithology dominan fasies ini.
Sudut rendah
(<20 °), lintas-bentuk batu pasir berlapis unit hingga 50 cm (19,7
inci) tebal, kadang-kadang mencapai ketebalan sebanyak 2 meter (7 kaki).
Arah arus di sini adalah ke arah selatan timur - hingga lereng - dan
memperkuat interpretasi mereka sebagai Aeolian bukit pasir. Sebuah suite
lebih lanjut lapisan padat berisi fosil jejak perkumpulan; lapisan lain
beruang riak saat ini tanda, yang mungkin terbentuk di sungai yang
dangkal, dengan membanjiri cekungan hosting mungkin pencipta jejak
fosil. Cyclicity tidak hadir, menunjukkan bahwa, alih-alih acara
musiman, kadang-kadang innundation didasarkan pada peristiwa-peristiwa
tak terduga seperti badai, air yang berbeda-beda tabel, dan mengubah
aliran kursus.
c. Asosiasi fasies 3
Fasies ini
sangat mirip FA1, dengan peningkatan pasokan bahan clastic terwakili
dalam rekor sedimen tdk halus, diurutkan buruk, atas-fining (yaitu
padi-padian terbesar di bagian bawah unit, menjadi semakin halus ke arah
atas), berkerikil palung lintas-unit tempat tidur hingga empat meter
tebal. Jejak fosil langka. Sheet-seperti sungai dikepang disimpulkan
sebagai kontrol dominan pada sedimentasi di fasies ini.
d. Asosiasi fasies 4
Asosiasi fasies
paling atas muncul untuk mencerminkan sebuah lingkungan di pinggiran
laut. Fining-up yang diamati pada 0,5 meter (2 kaki) hingga 2 meter (7
kaki) skala, dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus overlain
oleh riak. Baik shales batu pasir dan hijau juga ada. Unit atas sangat
bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos - sebuah fosil biasanya
ditemukan di lingkungan laut.
Hubungan Antara Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pada
semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses fisika
dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu
pada waktu itu. Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat
mencirikan proses-proses ini. Sebagai contoh, lingkungan fluvial
(sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa dan mengendapkan
material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel.
Ketika sungai
banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah
limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk
lapis-lapis tipis. Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah
floodplain. Dalam satu rangkaian batuan sedimen channel dapat diwakili
oleh lensa batupasir atau konglomerat yang menunjukkan struktur internal
yang terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting floodplain
akan diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan
akar-akar dan bukti-bukti lain berupa pembentukan tanah.
Dalam deskripsi
batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies sering
digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus
yang mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell 1996).
Mendeskripsi fasies suatu sedimen melibatkan dokumentasi semua
karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan kandungan fosil
yang dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup
tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan
dapat dibuat. Lensa batupasir mungkin menunjukkan channel sungai jika
endapan floodplain ditemukan berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun,
channel yang terisi dengan pasir terdapat juga di dalam setting lain,
termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan
channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk menentukan
lingkungan pengendapan.
Fasies
pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi
lingkungan ketika sedimen terakumulasi. Lingkungan sedimen telah
digambarkan dalam beberapa variasi yaitu :
1. Tempat
pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang menunjukkan
sifat khas dari setting pengendapan [Gould, 1972].
2. Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein dan Sloss, 1963].
3. Bagian
dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan
biologi dari daerah yang berdekatan [Selley, 1978].
4. Unit
spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan
mempengaruhi pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk
pengendapan yang khas [Shepard dan Moore, 1955].Tiap lingkungan sedimen
memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan biologi dalam
fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen oleh
tekstur khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa
disebut sebagai fasies. Istilah fasies sendiri akan mengarah kepada
perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan
karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen
merupakan suatu unit batuan yang memperlihatkan suatu pengendapan pada
lingkungan.
G. Lingkungan Pengendapan
Prinsip dari
analisa stratigrafi untuk mengetahui lingkungan pengendapan.Lingkungan
pengendapan akan berhubungan dengan bahan galian yg bernilai ekonomis,
ex : minyak bumi, batu bara, bijih2 logam dsb.
Definisi tentang lingkungan pengendapan :
a. Krumbein & Sless (1963)
Suatu kompleks dari sifat fisik, kimia dan biologis dimana sedimen tersebut diendapkan.
b. Potter (1967)
Suatu tempat yg
ditegaskan oleh sejumlah sifat fisik, kimia dan beberapa varietasnya yg
akan dibatasi dengan adanya suatu satuan geomorfik dalam ukuran dan
bentuk tertentu.
c. Selley (1970)
Suatu bagian di
permukaan bumi dimana sifat-sifat fisik, kimia dan biologis berpengaruh
terhadap proses pengendapan, dan kondisi ini dapat dibedakan dengan
kondisi tempat sekitarnya.
Kesimpulan :
Lingkungan pengendapan adalah suatu tempat pengendapan yang dipengaruhi
oleh sifat fisik, kimia dan biologis dimana sedimen tersebut diendapkan.
Berdasarkan
konsep Uniformitarisme : “ The Present is The Key to The Past “,
selamanya tidak selalu benar, karena lingkungan pengendapan purba
berbeda dgn lingkungan pengendapan saat ini :
a. Rekonstruksi endapan purba sering dilakukan dengan interpretasi, sehingga belum tentu dianggap benar.
b. Data-data dari endapan purba hanya bersifat interpretasi secara global, sehingga data-data belum spesifik.
c. Interpretasi
lapangan untuk endapan saat ini lebih spesifik dan telah dilakukan
secara kontinyu, sehingga data lebih akurat dan up to date.
Analisa endapan saat ini dilakukan berdasarkan analisa genesanya (genetic unit) atau proses pembentukan batuan :
a. Rekonstruksi didasarkan pd sayatan litologi, dgn memperhatikan setiap jengkal perubahan / kelainan litologi.
b. Rekonstruksi didasarkan pengelompokkan strata dengan mempunyai ciri-ciri genesa yg sama.
c. Penyebaran satuan yg sama genesanya ditentukan oleh proses yg terjadi dimana lingkungan sedimen tsb terbentuk.
d. Pengamatan
sayatan litologis utk melihat kelainan litologis yg mencerminkan kapan
suatu proses atau rangkaian proses tsb mempengaruhi sedimentasi dan
kapan rangkaian tersebut berhenti mempengaruhi sedimentasi.
e. Satuan genetik hampir selalu berukuran lebih kecil dibandingkan dengan formasi.
Ciri-Ciri Beberapa Lingkungan Pengendapan :
1. Endapan alluvial ciri-cirinya:
a. Transportasi
berlangsung pada energi yang tinggi atau energi maksimum, bila
dibandingkan dengan energi lain, maka sortasinya sangat jelek.
b. Materialnya mempunyai pengendapan yang relatif dekat dengan sumbernya, maka abrasi relatif kecil.
c. Material yang terbentuk mempunyai sortasi jelek maka porositasnya tinggi.
d. Sebagian fragmennya masih mempunyai warna asli.
e. Biasanya ikatan antar butir tidak kuat sehingga sangat porous, maka biasanya kaya kandungan air.
f. Ketebalannya tidak seragam yaitu menebal ke arah bukit, sebab endapan kipas alluvial ini berada di kaki bukit.
2. Endapan sungai yang teranyam (“Braded river”) cirinya:
a. Multi channel, maksudnya banyak dijumpai endapan yang arahnya memanjang sesuai alur sungai purba.
b. Banyak dijumpai adanya perlapisan silang siur (“cross bedded”) dengan komposisi pasir kasar dan sudut inklinasi kecil.
c. Alur-alurnya tida k begitu dalam, jadi endapan yang dihasilkan tidak begitu tebal.
d. Kemiringan cukup besar pada waktu terjadinya.
e. Pengendapan lateral lebih besar.
3. Endapan sungai yang telah bermeander cirinya:
a. “Single channel”, yaitu alurnya biasanya hanya satu.
b. Slope kecil
c. Erosi yang intensif ke arah lateral.
d. Adanya desa-desa yang mempunyai pola tertentu, misalnya melengkung-melengkung (bekas danau tapal kuda atau “ex Bow Lake”).
e. Cross bedding dapat dijumpai dalam skala kecil.
4. Endapan delta, cirinya:
a. Endapan delta umumnya tebal, beberapa ratus sampai beberapa ribu meter.
b. Endapan delta banyak mengandung pasir yang berasal dari darat/terigen.
c. Umumnya mengandung sisipan batu bara, yang terjadi pada “deltaic plain”nya.
d. Secara umum makin ke atas makin mengkasar, terkecuali kalau kemudian diikuti dengan shifting (perpindahan delta).
e. Porositas endaan delta relatif tinggi.
5. Endapan “Delta front”, ciri-cirinya:
a. Pengendapan kadang-kadang sub-aerial kadang sub-aqueous.
b. Variasi litologi, pasir, lanau, lempung dan kandungan organik sehingga dapat terbentuk lignit atau batubara.
c. Biasanya dibagian permukaan telah mengalami erosi.
d. Jika dijumpai kemiringan yg kecil, maka arah kemiringan tsb ke arah laut.
e. Struktur sedimen yang mungkin dijumpai:
Silang siur, “current fill”, “graded bedding”, “ripple mark”.
f. Karena pengaruh gelombang sehingga sortasinya tidak baik.
g. Fauna dapat fauna darat dapat laut.
6. Endapan “Fore set” (bagian dari prodelta), ciri-cirinya:
a. Materialnya
merupakan campuran material darat dan laut. Secara umum material ini
agak kasar jika dibandingkan “delta front”, sebab kedalaman tempat ini
15-20 m dimana pengaruh ombak sangat besar.
b. Material
yang diendapkan mempunyai kemiringan yang lebih besar sesuai dengan
“initial dip”, jika dibanding dengan “delta front”.
c. Komposisinya: lempung, pasir dan lanau.
d.
Kadang-kadang bagian prodelta dijumpai batu gamping yang hal ini
disebabkan influx sedimen dari darat yang besar, sehingga menghambat
pertumbuhan batu gamping.
e. Bagian ini mungkin sekali dijumpai konversi silika ataupun oksida besi.
7. Endapan “Prodelta clay”, ciri-cirinya:
a. Materialnya merupakan campuran material darat-laut.
b. “Marine clay” lebih banyak dibanding yang asal darat.
c. Sedimen ini mempunyai kemiringan yang sama dengan dasar pengendapannya.
d. Komposisi yang dominan lempung.
e. Fauna lautnya sudah melimpah.
TUJUAN ANALISA STRATIGRAFI DAN PENGGUNAAN MODEL
Dalam analisa
stratigrafi hal yang penting adalah dengan menyederhanakan sesuatu yang
kompleks menjadi hal yang sederhana maka digunakan model.
Model adalah
penyederhanaan ideal dari kelompok sesuatu yang digunakan untuk mencoba
mengerti (mempelajari) kondisi maupun proses alam yang kompleks.
Istilah-istilah yang sering digunakan dalam stratigrafi:
1. “Stratum”,
yaitu kesatuan dari batuan yang berbeda dengan di atas dan di bawahnya.
Stratum satu dengan stratum lain dibatasi dengan bidang perlapisan atau
ciri lain yang membedakannya.
2. “Stratotipe”
atau perlapisan jenis, yaitu tipe perwujudan alamiah satuan-satuan
stratigrafi yang memberikan gambaran ciri umum dan batas-batas satuan
stratigrafi.
Stratigrafi
Gabungan, ialah satuan stratotipe yang dibentuk oleh kombinasi beberapa
sayatan komponen Hipostratotipe, ialah sayatan tambahan (stratotipe
sekunder)untuk memperluas keterangan pada stratotipe.
Lokasi tipe, ialah letak geografi semua stratotipe atau tempat mula-mula ditentukannya suatu satuan stratigrafi.
3. “Horizon”,
ialah suatu bidang (dalam praktek; lapisan tipis di muka bumi atau di
bawahnya) yang menghubungkan titik-titik kesamaan waktu.
4. Korelasi, ialah penghubungan titik-titik yang mempunyai kesamaan waktu.
5. Sebandingan,
mempunyai arti yang lebih umum daripada korelasi, yaitu penghubungan
antara satuan-satuan stratigrafi tanpa mempertimbangkan kesamaan waktu.
6. “Fasies’,
ialah aspek fisika, kimia dan biologi suatu endapan dalam kesamaan
waktu. Dua tubuh batuan yang diendapkan pada waktu yang sama dikatakan
berbeda fasies, kalau kedua batuan tersebut berbeda ciri fisik, kimia
dan biologinya.
7. “Litosome”,
adalah masa batuan yang seragam yang dapat dibedakan dengan masa batuan
yang lain. Sehingga satuan litostratografi dapat terdiri dari litosome
atau beberapa litososme.
8. Satuan morfostratigrafi, yaitu pengelompokan satuan batuan berdasarkan atas bentuk permukaan (morfologi).
9. Arus turbid, yaitu arus yang terjadi akibat adanya suatu sedimen yang longsor secara tiba-tiba dengan kecepatan tinggi.
10. “Flysch”, yaitu suatu urutan endapan yang tebal yang merupakan suatu perulangan dari selang-seling antara pasir dan serpih.
Tujuan analisa stratigrafi
a. Rekonstruksi lingkungan pengendapan purba yang didapatkan dengan harapan lebih teliti.
b. Rekonstruksi paleogeografi yang lebih teliti.
c. Rekonstruksi sejarah geologinya lebih teliti.
d. Rekonstruksi pengendapan yang lebih teliti.
e. Penafsiran dari bagian-bagian sedimen yang prospektif mengandung mineral dan arah penyebarannya.
Misalkan:
dijumpai bijih timah, maka bijih ini ditafsirkan terjadi pada tanggal
yang braded (teranyam), dari pengertian tentang braded ini maka akan
diketahui arah penyebarannya, yaitu mengikuti alur sungai purba.
Langkah-langkah dalam analisa stratigrafi:
a. Mengumpulkan data sebanyak-banyaknya.
b. Membuat kolom litologi selengkap mungkin dari data yang didapat dan diadakan pencatatan.
c. Jika ingin menyusun peta, kelompokkan urutan menjadi satuan-satuan.
d. Interpretasikan proses-proses yang berlangsung selama pembentukkannya.
e. Dari struktur dan tekstur yang dijumpai dan digabungkan dengan data yang ada dapat untuk menentukan lingkungan pengendapan.
f. Dengan
mengetahui lingkungan pengendapan purba maka dapat dibatasi pengertian
tentang prospek dan tidaknya bahan galian ekonomis atau minyak bumi
misalnya, dengan demikian tidak membuang biaya dan tenaga paling tidak
dapat mengurangi biaya eksplorasi.
http://sedimentologidanstratigrafi09.blogspot.co.id/