Kamis, 29 Oktober 2015

"geokimia",unsur kimia,komposisi,evolusi magma


Topik 4
A.Teori Tentang unsur kimia magma
Sebelum membahas tentang unsur kimia magma sebelumnya alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai asal-usul magma,Condie (1982) menyebukan bahwa kebanyakan kemunculan magma dihasilkan dibatas lempeng, kecuali pada sesar transform yang bilamanapun ada dihasilkan magma dalam jumlah sedikit. Lingkungan dimana magma dihasilkan dapat dikelompokkan ke dalam lingkungan tepi lempeng (plate margin) dan bagian tengah lempeng (intraplate) yang didalamnya dapat dibagi lagi menjadi tujuh tataan tektonik lempeng (tabel 1.1). Dipihak lain Wilson (1989) menjelaskan bahwa lingkungan tataan tektonik pembentuk magma meliputi tepi lempeng konstruktif, tepi lempeng destruktif, tataan bagian tengah lempeng samudra dan tataan bagian tengah lempeng benua (tabel 1.2). selain itu McBirney (1984) memberikan perkiraan angka kecepatan pembentukan magma (km3 per tahun) didalam lingkungan-lingkungan tektonik yang berbeda-beda tersebut (tabel 1.3). tampak bahwa kecepatan pembentukan magma pada batuan plutonik jauh lebih cepat (29,5 km3/tahun) dibanding pada batuan gunung api (4,1 km3/tahun) untuk masing-masing lokasi tataan tektoniknya.
Magma adalah cairan atau larutan silika pijar yang terbentuk secara ilmiah,terbentuk akibat mencairnya batuan di dalam bumi sehingga menghasilkan panas. Magma memiliki suhu antara 900 – 1200 0C dan bersifat mobile atau mudah bergerak dan terbentuk atau berasal dari kerak bumi bagian bawah hingga selubung bumi bagian atas.
Pada dasarnya distrubusi magma tampak berhubungan denga tegasan tektonik didalam kerak maupun dimantel bagian atas seperti yang digambarkan oleh Ringwood (1969; Gambar 1.1). lingkungan tegasan ekstensif seperti punggungan samudera, cekungan tepi lautan dan regangan benua dicirikan oleh seri magma tholeit, atau dalam hal ini diregangan benua dicirikan oleh vulkanisme bimodal yang meliputi seri magma tholeit dan seri magma alkali. Jalur subduksi/penekukan diasosiasikan dengan dominasi tegasan kompresif yang menghasilkan seri magma kapur alkali. Daerah dengan tegasan minor (kompresif atau ekstensif) seperti cekungan samudera adalah daerah kraton/atau inti benua dicirikan oleh seri magma tholeit atau seri magma alkali.
Telah dijelaskan dimuka bahwa sebagian besar pembentukan magma berlangsung pada batas lempeng litosfer seperti yang sering dijumpai di punggungan tengah samudera, busur kepulauan dengan bagian tepi benua aktif yang merupakan batas-batas persentuhan lempeng. Namun demikan pembentukan magma juga berlangsung secara terpisah-pisah menempati bagian tengah lempeng yaitu pusat-pusat magmatisme yang bersumber dari hot spot. Seperti yang ditunjukkan gambar 1.1. diatas, bahwa lokasi hotspot terletak didekat punggungan samudera, bagian tengah lempeng samudera dan berada pada lempeng-lempeng benua. Berdasarkan hal itu maka diperkirakan magma yang membentuk kerak samudera dipunggungan tengah samudera berasal dari peluburan bagian paling atas astenosfer, sedangkan yang membangun pulau-pulau samudera (Hawaii) berasal dari peluburan bahan dibagian dalam mantel bumi.

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgui_pM9bwFAhDHpcLHLsVOJnPry9-StcicqRtbyizGZMcJbEqu81_wHmhOyqNh1rSEZmspo913MEe4aIslLqAkP7NyOPIpLV4I7zkB43YC9Nv74_-7AFZ98RogBRLqkGq4CimnVr8DoLMa/s1600/ngeo1439-f1.jpg
Batasan tersebut diatas adalah berdasarkan sifat fisik magma,maka secara kimia-fisika,magma adalah sistem komponen ganda (multi component system)dengan fasa cairan dan sejumlah Kristal yang mengapung didalamnya magma tersebut sebagai komponen utama,disamping fasa gas pada keadaan tertentu.Beberapa batasan dan hipotesis magma telah diberikan oleh para ahli seperti Grout (1947),Turner dan Verhoogen (1960),dan Taneda (1970),dll.


Hipotesis magma primer menurut Dally (1933).
1.      .Magma yang terisolasi pada earth-shell,bersifat heterogen dan dapat dikatakan mewarisi      keadaaan bumi semula.Kemudian dengan adanya pengaruh tekanan relief yang memadai akan  menghasilkan apa yang disebut liqua faqtion secara setempat dan berasal dari bahan habluran.Pencairan batuan dapat dipengaruhi oleh tenaga panas yang diakibatkan gesekan karena deformasi (deformation) & peluruhan mineral radioaktif.surutnya gas secara setempat juga akan menyebabkan terpisahnya magma,pada umumnya magma jenis ini mengggambarkan suatu lidah cair yang terperas keatas dari asalnya yang jauh didaerah habluran dibawah permukaan bumi.
2.      Magma yang bersifat homogeny,misalnya basalt habluran ataun eglokit yang meleleh,perubahan balastic durovitreous menjadi liqua vitreous akibat surutny gas secara setempat,basaltan yang tepat vitreous kecuali pada bagian upper shell dimana bahan telah menghablur,peridotit habluran dan karena pelelehan setempat akan mengakibatkan terjadinya cairan basaltan,serta liqua vitreous peridotit .
3.      Magma primer tanpa spesifikasi awal,yaitu magma granitic dan magma basaltic.
Magma adalah bahan induk batuan beku.Lava adalah magma yang keluar melalui lubang pada gunung api.kebanyakan magma membeku dibawah permukaan dan bahan yang terakhir saja yang dapat terlihat yaitu batuan beku.Magma diartikan sebagai bahan batuan yang melebur,mengandung fasa uap yang menguap sewaktu membeku,dalam proses ini memaikan proses yang sangat penting dalam arah pembentukan hablur.
Menurut Bunsen magma”primer” terdiri dari dua jenis yaitu granit dan basalt,dan batuan beku yang mengandung campuraedahn batuan.Batuan beku yang terdapat dibumi ini kebanyakan bisa dimasukan kedalam kedua jenis batu ini yaitu granit dan basalt.

UNSUR KIMIA MAGMA
Senyawa kimiawi magma,yang dianalisis melalui hasil konsolidasinya dipermukaan dalam bentuk batuan gunung api,dapat dikelompokan menjadi :
1.      Senyawa-senyawa volatile yang terutama terdiri dari fase gas,seperti CH4 ,CO2, HCL, H2S, SO2,NH3,dll. Komponen ini akan mempengaruhi magma antara lain :
a.       Kandungan volatile,khususnya H2O,akan menyebabkan pecahnya ikatan Si-O-Si yang akan mempengaruhi inti Kristal,apabila nilai viskositas magma ini rendah,maka difusi akan bertambah dan pertumbuhan Kristal akan terjadi.

b.      Kandungan volatile khususnya H2O,akan mempengaruhi suhu kristalisasi sebagian fase mineral. Pada beberapa jenis magma fase mineral yang menghablur akan berubahsehingga terjadi penyimpangan terhadap reaksi Bowen.

c.       Volatile dalam magma menentukan besarnya tekanan selama proses naiknya magma kepermukaan.

d.      Unsur –unsur tersebut akan mempengaruhi jenis kegiatan gunung api seperti terbentuknya piroklastik,awan panas dan sebagainya disamping tekstur dan bentuk Kristal seperti lubang-lubang gas.

e.       Unsur-unsur volatile akan mempengarusi prose pemisahan unsur-unsur tersebut dari magma. Apabila tekanan total lebih besar dari tekanan air dalam magma dengan catatan landaian tekanan  rata-rata dalam bumi adalah 0,28 k bar/km,maka uap air tidak akan terbentuk.

2.      Senyawa-senyawa yang bersifat non volatile dan merupakan unsur-unsur oksida dalam magma. Jumlahnya yang mencapai 99% isi,sehingga merupakan mayor element,terdiri dari oksida-oksida SiO2,Al2O3,FE2O3 ,FeO ,MnO ,MgO ,CaO, Na2O ,K2O,TiO2,dan P2O5.
3.      Unsur lain yang disebut unsur jejak atau trace element,dan merupakan minor element,seperti Rubidium (Rb), Barium (Ba), Stronsium (Sr), Nikel (Ni),Cobalt (Co) ,Vanadium (V),Croom (Cr),Lithium (Li),Sulphur (S),dan Plumbun (Pb). Unsur-unsur ini terdapat tidak sebagai oksida dan tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk penggolongan magma, unsur-unsur ini sangat membantu dalam menentukan genesa magma,seperti halnya kandungan Sr dan Pb dalam basalt samudra yaitu mencirikan asalnya dari selubung bumi.gejala pelelehan sepihak (partial melting) akan mengkonsentrasikan isotope. Sedangkan pelelehan selubung bumi yang menhasilkan magma primer basaltic ditunjukan oleh perbandingan Sr87/Sr86 > 0,704 dan Pb206/Pb204 < 18,6 . lava basaltic dari lantai samudra akn memiliki nilai perbandingan K/Rb tinggi (Charmichael,1974). Sedangkan basalt benua mengandung Ni, Cr dan Co yang lebih rendah dari yang dikandung oleh lantai samudra (Ringwoad,1975)
Komposisi gas gunungapi dalam persen isi,ternyata berbeda untuk semua jenis batuan dan gunungpi,seperti yang terlihat dalam table (Mc.Donald,1972).
Kandungan
1
2
3
4

Co2
21,40
46,20
40,90
10,10

Co
0,80
0,70
2,40
2,00

H2
0,90
0,03
0,80
0,20

So2
11,50
14,30
4,40
-

S2
0,70
0,00
-
0,50

So3
1,80
38,80
-
-

Cl2
0,10
0,00
-
0,40

F2
0,00
0,00
-
3,30

HCL
-
-
-
-

N dan Gas jarang
10,10
16,60
8,30
0,90

H2O
52,70
71,40
43,20
82,50


B. Teori tentang Susunan kimia dan komposisi mineral batuan beku
Menurut Hulburt (1977) Pembagian batuan beku berdasarkan komposisi ini telah lama menjadi standar dalam geologi, dan di bagi dalam empat golongan yaitu :
a. Batuan Beku Asam
Termasuk golongan ini bila batuan beku tersebut mengandung silika (SiO2)  lebih dari 66%.contoh batuan ini dalah Granit dan Ryolit. Batuan yang tergolong kelompok ini mempunyai warna terang (cerah) karena (SiO2) yang kaya akan menghasilkan batuan dengan kandungan kuarsa, dan alkali feldspar dengan atau tanpa muskovit.
b. Batuan  Beku Menengah (intermediat)
Apabila batauan tersebut mengandung 52 – 66% silika maka termasuk dalam kelas ini. Batuan ini akan berwarnagelap karena tingginya kandungan mineral feromagnesia. Contoh batuan ini adalah Diorit dan Andesit.
c. Batuan Beku Basa
Yang termasuk kelompok batuan beku ini adalah bataun yang mengandung 45 – 52% silika. Batuan ini akan memiliki warna hitam kehijauan karena terdapat kandungan mineral olivine. Contoh batuan ini adalah Gabbro dan Basalt.
d. Batuan Beku Ultra Basa
Golongan batuan beku ini adalah apabila bataun beku mengnadung 45% SiO. Warna batuan ini adalah hijau kelam karena tidak terdapat silika bebas sebagai kuarsa. Contoh batuan ini adalah Peridotit dan Dunit.

B. Teori tentang Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Mineralogi
Analisa kimia batuan beku itu pada umumnya memakan waktu, maka sebagian besar klasifikasi batuan beku berdasarkan atas susunan mineral dari batuan itu. Mineral-mineral yang biasanya dipergunakan ialah mineral kuarsa, plagioklas, potassium feldspar dan foid untuk mineral felsik. Sedangkan untuk mafik mineral biasanya mineral amphibol, piroksen, dan olivine (Graha 1987).
Klasifikasi yang didasarakan atas mineralogi dan tekstur akan lebih dapat mencerminkan sejarah pembentukan batuan daripada atas dasar komposisi kimia. Tekstur batuan beku adalah mengambarkan keadaan yang mempengaruhi pembentukan batuan itu sendiri. Seperti tekstur granular memberi arti akan keadaan yang serba sama, sedangkan tekstur porfiritik memberikan artibahwa terjadi dua generasi pembentukan mineral. Dan tekstur afanitik mengambarkan pembekuan yang cepat (Graha, 1987).
Klasifikasi batuan beku yang dibuat oleh Russell B Travis (1955), dalam klasifikasi ini tekstur batuan beku yang didasrkan pada ukuran butir mineralnya dapat dibagi menjadi:
a. Batuan Dalam
Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral menyusun batuan tersebut dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan alat pembesar.
b. Batuan Gang bermasa dasar faneritik
Bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik.
c. Batuan Gang bermasa dasar afanitik
Bertekstur porfiritik dengan masa dasar afanitik.
d.Batuan Lelehan
Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat dibedakan atau dilihat dengan mata biasa.
C. Teori tentang Pengelompokan batuan beku secara kimia
Dalam siklus Batuan (Rock cycle), selain terbentuk langsung dari pembekuan magma, batuan beku dapat juga terbentuk dari batuan lain seperti batuan metamorf yang megalami peleburan dan pembekuan, lalu dapat juga terbentuk dari batuan sedimen yang telah mengalami “melting” lalu mendingin menjadi batuan beku.
Jika magma adalah awal dari terbentuknya batuan beku, maka seharusnya komposisi batuan tidaklah jauh berbeda dengan komposisi asalnya, yaitu magma. Magma adalah cairan atau larutan silikat pejar yang terbentuk secara alamiah, bersifat mudah bergerak (mobile), bersama antara 90°-110°C dan berasal atau terbentuk pada kerak bumi bagian bawah hingga selubung bagian atas (F.F Grounts,1947; Turner&Verhoogen,1960; H.Williams,1962). Secara fisika, magma merupakan sistem berkomponen ganda (multi compoent system) dengan fase cair dan sejumlah kristal yang mengapung di dalamnya sebagai komponen utama, dan pada keadaan tertentu juga berfase gas.
Dally (1933) berpendapat bahwa magma asli bersifat basa dan encer atau memiliki viskositas rendah, dengan kandunganunsur kimia berat, kadar H+, OH-, dan gas tinggi, sedangkan magma yang bersifat asam memiliki sfat-sifat yang berlawanan dengan magma basa.
Bunsen (1951), berpendapat bahwa ada 2 jenis magma, yaitu magma Basaltis (basa) dan magma Granitis (asam). Dan batuan beku merupakan hasil pembekuan dari salah satu jenis atau pencampuran kedua jenis magma ini yang kemudian mempunyai komponen lain.
Komponen-komponen kima yang terdapat dalam magma tentunya sangat berkaitan denngan komposisi akhir batuan beku yang terbentuk. Secara lebih jauh, sebenarnya magma dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan kandungan-kandungan unsur kimia tertentu, namun pada akhirnya pada proses pembekuan magma menjadi batuan beku mengalami proses-proses yang tiidak jauh berbeda. Proses-proses yang terjadi pada saat pembekuam magma secara kimiawi adalah terjadinya proses pengelompokan unsur-unsur kimia sejenis, yang nantinya akan membentuk kristal atau mineral-mineral tertentu sesuai dengan sifatnya, asam atau basa. Proses ini dapat dijelaskan secara diagramatik dalamBowen’s Reaction Series.
Bowen’s Reaction Series
Pada seri reaksi Bowen ini sacara garis besar menjelaskan bahwa pada saat proses pendinginan magma, sebenarnya magma tidak langsung semuanya membeku, namun terjadi proses pembentukan mineral-mineral seiring dengan turunnya suhu magma secara perlahan, dan pada tiap penurunan suhu tertentu menghasilkan jenis mineral yang berbeda. Mineral-mineral yang terbentuk pertama, seperti Olivine, Anortit, dan lain-lain, merupaka mineral-mineral yang bersifat basa, memiliki kristal besar karena proses pembekuan yang lambat, serta secara lebih jauh batuan beku yang mengandung mineral-mineral bersifat basa ini juga akan bersifat basa. Sedangkan mineral-mineral yang terbentuk di akhir reaksi Bowen, seperi Muscovite dan Quartz merupakan mineral yang bersifat asam. Dan dari seri reaksi Bowen, semakin asam mineral, maka kandungan unsur-unsur silikanya semakin banyak. Jadi, salah satu komponen yang diperhitungkan dalam pengklasifikasian batuan beku secara kimiawi dapat dilihat dari kandungan unsur silika dalam batuan dan karena secara kimiawi unsur-unsur terdapat dalam mineral, maka batuan beku juga diklasifikasikan berdasarkan mineralogi yang sebenarnya merupakan representasi lebih kompleks dari pengklasifikasian berdasarkan komposisi kimianya. Selanjutnya, kahadiran mineral-mineral tertentu dalam batuan beku ini mempengaruhi pemberian nama serta memberikan gambaran proses pembentukan, serta menggambarkan komposisi kima batuan.
Berdasarkan sifat kimianya, secara umum batuan beku di kelompokkan dalam4 jenis kelompok seperti berikut:
1. Batuan beku asam (acid), kandungan silika > 65%
Granit : faneritik atau faneroporfiritik, berwarna cerah
Ryolit : seperti granit namun bertekstur afanitik atau porfiroafanitik, merupakan batuan lelehan granit.
2. Batuan beku intermediet, kandungan silika 52% - 66%.
Diorit : faneritik atau faneroporfiritik, berwarna abu abu hingga abu abu gelap.
Andesit : seperti Diorit namun bertekstur afanitik atau porfiroafanitik, merupakan batuan lelehan Diorit
3. Batuan beku basa, kandungan silica 45% - 52%
Gabro : faneritik atau faneroporfiritik, berwarna abu abu gelap hingga hitam
Basalt : seperti Gabro namun bertekstur afanitik atau porfiroafanitik, merupakan batuan lelehan Gabro
4. Batuan beku ultra basa (ultra basic), kandungan silika < 15%
Dunite : berkomposisi olivin hampir 100%
Peridotite : berkomposisi olivin dominan dengan pyroxene
Piroksenit : berkomposisi piroksen hampir 100%



Senyawa-senyawa oksida seperti SiO2, TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O,H2O, dan P2Oyang terkandung dalam mineral dapat digunakan sebagai acuan untuk mengklasifikasikan batuan beku berdasarkan kandungan kimianya. Analisis kimia batuan dapat digunakan sebagai jalan untuk menentukan bagaimana pembentukan magma, pendugaan temperatur dankedalaman magma asal. Saat akan menganalisis komposisi kimia pada batuan beku, syarat utama batuan beku tersebut dapat dianalisis adalah bahwa sampel batuan haruslah segar dan tidak lapuk, karena proses-proses seperti pelapukan atau ubahan dapat mengubah komposisi kimia batuan.
Kandungan senyawa kima batuan ekstrusi identik dengan batuan intrusinya, asalkan dalam 1 kelompok. Perbedaan yang ada hanyalah tempat pembentukannya saja yang mengakibatkan perbedaan tekstur batuan, seperti ukuran butir mineral dan derajat kristalisasi.
Tabel Kesamaan Senyawa Kimia dari Batuan Intrusi dan Batuan Ekstrusi Yang Masih Dalam Satu Kelompok
Batuan Intrusi
Batuan Ekstrusi
Granit
Syenit
Diorit
Tonalit
Monzonit
Gabro
Riolit
Trachyte
Andesit
Dasit
Latite
Basalt





D. Evolusi unsur kimia magma
1. Proses Pembentukan Magma

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjudOGcu2JEDgST2GQfnQ88TSo5oOngBmJFHMle4DLzfKMLUvx7smbO6KN4uPh58L11N2H8l-h0LzbCsr6J3Y8PBV86Wd3TdkZQF1liJIzetAlVaOe1sw8gVyWWiPnuIfb1URZDy4bTJSA/s1600/magma.jpg
Para ahli geologi dan vulkanologi bahwa panas bumi berasal dari proses “pembusukan” mineral radioaktif. Pada unsur radioaktif yang terkandung pada suatu mineral, pada saat unsur tersebut meluruh (desintegration) menjadi unsur radioaktif yang susunannya lebih stabil, akan mengeluarkan sejumlah bahan (tenaga) panas yang mampu melelehkan batuan disekitarnya.
Secara teoritik, zat radioaktif akan semakin berkurang, pada kedalaman yang semakin besar. Dari pemahaman seperti ini pula maka lahir beberapa istilah yang berhubungan dengan suhu dan kedalaman. Landaian panas bumi normal (geothermal gardien) adalah istilah yang menerangkan bertambah besarnya suhu apabila kita susun hingga kedalaman tertentu, yakni sekitar 3oC/100 m. Sedangkan besarnya derajat geothermal normal (geothermal degree) adalah 1o C/33 m – 1o C/45 m. Variasi derajat geothermal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; kondisi batuan, proses hidrokimia batuan, kerja air tanah, kerja air permukaan dan konsentrasi mineral radioaktif. Secara teoritis semakin kearah inti bumi, derajat geothermal akan mencapai 193.600o C sehingga unsur-unsur di dalam selubung dan inti bumi berada dalam keaadaan cair.
       
Syarat-syarat yang dibutuhkakan bagi suatu proses pembentukan magma (Ringwood, 1975) adalah:
a. Bahan kerak dimana lelehan bahan kerak (magma anateknik) apabila sempurna akan membentuk magma sintaksis, jika prosesnya tidak sempurna akan membentuk neoformis saja.
b. Bahan selubung dimana dalam laporan ini terdapat basalt peridotit dengan perbandingan 1 : 3
Di permukaan Bumi, magma muncul di tiga lokasi yaitu di daerah pemekaran lempeng, di jalur vokanik yang berasosiasi dengan zona penunjaman lempeng, dan di daerah hot spot yang muncul di lantai samudera.
Magma yang muncul di zona pemekaran lempeng kerak Bumi berasal dari mantel dan membeku membentuk kerak samudera.
Demikian pula magma yang muncul sebagai hot spot, berasal dari mantel. Hot spot ini di lantai samudera membentuk gunungapi atau pulau-pulau gunungapi di tengah samudera. Karena lempeng samudera terus bergerak, maka terbentuk deretan pulau-pulau tengah samudera, seperti Rantai Pulau-pulau Hawai di Samudera Pasifik.
Sementara itu, magma yang muncul di zona penunjaman berasal dari kerak samudera yang meleleh kembali ketika dia menunjam masuk kembali ke dalam mantel. Ketika berjalan naik ke permukaan Bumi, magma ini juga melelehkan sebagian batuan yang diterobosnya. Kemunculan magma ini membentuk deretan gunungapi. Di Indonesia, sebagai contoh, deretan gunungapi seperti ini memanjang mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara sampai ke Maluku. Di sekeliling Samudera Pasifik, deretan gunungapi ini membentuk apa yang dikenal sebagai Ring of fire.
Komposisi kimiawi magma dari contoh-contoh batuan beku terdiri dari :
  • Senyawa-senyawa yang bersifat non volatile dan merupakan senyawa oksida dalam magma. Jumlahnya sekitar 99% dari seluruh isi magma , sehingga merupakan mayor element, terdiri dari  SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, P2O5.
  • Senyawa volatil yang banyak pengaruhnya terhadap magma, terdiri dari fraksi-fraksi gas CH4, CO2, HCl, H2S, SO2 dsb.
  • Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak (trace element) dan merupakan minor element seperti Rb, Ba, Sr, Ni, Li, Cr, S dan Pb. 




Beberapa ahli memiliki pendapat yang berbeda tentang Magma Primer, diantaranya :
 Dally 1933, Winkler (Vide W. T. Huang 1962) berpendapat lain yaitu magma asli (primer) adalah bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses diferensiasi menjadi magma yang bersifat lain.
 Bunsen (1951, W. T. Huang, 1962) mempunyai pandapat bahwa ada dua jenis magma primer, yaitubasaltis dan granitis dan batuan beku merupakan hasil campuran dari dua magma ini yang kemudian mempunyai komposisi lain.
Magma pada perjalanannya dapat mengalami perubahan atau disebut dengan evolusi magma. Proses perubahan ini menyebabkan magma berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses-proses sebagai berikut :
  Hibridasi : proses pembentukan magma baru karena pencampuran 2 magma yang berlainan jenis.
            Sintetis : Pembentukan magma baru karena adanya proses asimmilasi dengan batuan samping.
 Anateksis : proses pembentukan magma dari peleburan batu-batuan pada kedalaman yang sangat besar.
Dan dari proses-proses diatas, magma akan berubah sifatnya, dari yang awalnya bersifat homogen pada akhirnya akan menjadi suatu tubuh batuan beku yang bervariasi.
Diferensiasi magma adalah suatu tahapan pemisahan atau pengelompokan magma dimana material-material yang memiliki kesamaan sifat fisika maupun kimia akan mengelompok dan membentuk suatu kumpulan mineral tersendiri yang nantinya akan mengubah komposisi magma sesuai penggolongannya berdasarkan kandungan magma. Proses ini dipengaruhi banyak hal. Tekanan, suhu, kandungan gas serta komposisi kimia magma itu sendiri dan kehadiran pencampuran magma lain atau batuan lain juga mempengaruhi proses diferensiasi magma ini. Secara umum, proses diferensiasi magma terbagi menjadi :
Fraksinasi (Fractional Crystallization)
Proses ini merupakan suatu proses pemisahan kristal-kristal dari larutan magma karena proses kristalisasi perjalan tidak seimbang atau kristal-kristal tersebut pada saat pendinginan tidak dapat mengubah perkembangan. Komposisi larutan magma yang baru ini terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan temperatur dan tekanan yang mencolok serta tiba-tiba.


Crystal Settling / gravitational settling
Proses ini meliputi pengendapan kristal oleh gravitasi dari kristal-kristal berat yang mengandung unsur Ca, Mg, Fe yang akan memperluas magma pada bagian dasar magma chamber. Disini, mineral-mineral silikat berat akan berada di bawah. Dan akibat dari pengendapan ini, akan terbentuk suatu lapisan magma yang nantinya akan menjadi tekstur kumulat atau tekstur berlapis pada batuan beku.
 Liquid Immisbility
Larutan magma yang memiliki suhu rendah akan pecah menjadi larutan yang masing-masing akan membentuk suatu bahan yang heterogen.
Crystal Flotation
Pengembangan kristal ringan dari sodium dan potassium akan naik ke bagian atas magma karena memiliki densitas yang lebih rendah dari larutan kemudian akan mengambang dan membentuk lapisan pada bagian atas magma.
  Vesiculation
Vesiculation merupakan suatu proses dimana magma yang mengandung komponen seperti CO2, SO2, S2, Cl2, dan H2O sewaktu-waktu naik ke permukaan sebagai gelembung-gelembung gas dan membawa komponen-komponen sodium (Na) dan potassium (K).
Rittmann (1967) berpendapat bahwa ada 2 kerabat suite magma yaitu kerabat simatik (simatic suite) dan kerabat sialik (sialic suite). Berasal samudera adalah hasil I ”juvenil” yang berasal dari primary magma shell.
Nieuwenkamps (1968) mengatakan bahwa pada tahapan kedua perkembangan bumi, bahan selubung atas dan kerak telah mengalami suatu kesetimbangan geokimia yang dinamik, sehingga berasal samudera yang telah terpisah dari selubung atas bumi bukan merupakan bahan juvenil dari bakal bumi (proto earth), tapi berasal dari lapisan sima. Demikian pula dengan dataran tinggi (plateau basalt), sedangkan pluton granitic dan kerabat kapur alkali (calc alkali suite) berasal dari bahan kerak sialek. Teori ini dikenal dengan Neohuttoniansism Theory.
Geongeaud & Lettok (1960) mengatakan bahwa magma benua umumnya bersifat bebas (independent), sedangkan magma basaltic berasal dari selubung atas bumi. Magma asam atau magma Riolitik diduga berasal dari kerak Sialik.


2. Evolusi Magma
Magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh proses-proses sebagai berikut:
a. Hibridisasi = pembentukan magma baru karena pencampuran 2 magma yang berlainan jenis.
b. Sintesis = pembentukan magma baru karena proses asimilasi dengan batuan gamping.
c. Anateksis = proses pembentukan magma dari peleburan batuan pada kedalaman yang sangat besar.
Sehingga dari akibat-akibat proses tersebut magma selanjutnya mengalami perubahan daya kondisi awal yang homogen dalam skala besar sehingga menjadi suatu tubuh batuan beku yang bervariasi.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9cuPTwo5xWtOlOQE8zfPrCOajmYnoptdt9E25F7A0tq2Vlt9kcrIrwRzoCJGNbxCp4iUUF8EpjGQ2mGY4uL1XNl8jiMDta_rLdKdXdoh_p_L-Gfd_Xi1E3uAsNWy5L5QPWxqXEoviqqM/s400/diferensiasi-dapur-magma.jpg
Gambar Skematik proses differensiasi magma pada fase magmatik cair

Proses-proses differensiasi magma (keterangan untuk Gambar 7) meliputi:

1. Vesiculation, Magma yang mengandung unsur-unsur volatile seperti air (H2O), Karbon dioksida (CO2), Sulfur dioksida (SO2), Sulfur (S) dan Klorin (Cl). Pada saat magma naik kepermukaan bumi, unsur-unsur ini membentuk gelombang gas, seperti buih pada air soda. Gelombang (buih) cenderung naik dan membawa serta unsur-unsur yang lebih volatile seperti Sodium dan Potasium.

2. Diffusion, Pada proses ini terjadi pertukaran material dari magma dengan material dari batuan yang mengelilingi reservoir magma, dengan proses yang sangat lambat. Proses diffusi tidak seselektif proses-proses mekanisme differensiasi magma yang lain. Walaupun demikian, proses diffusi dapat menjadi sama efektifnya, jika magma diaduk oleh suatu pencaran (convection) dan disirkulasi dekat dinding dimana magma dapat kehilangan beberapa unsurnya dan mendapatkan unsur yang lain dari dinding reservoar.

3. Flotation, Kristal-kristal ringan yang mengandung Sodium dan Potasium cenderung untuk memperkaya magma yang terletak pada bagian atas reservoar dengan unsur-unsur Sodium dan Potasium.

4. Gravitational Settling, Mineral-mineral berat yang mengandung Kalsium, Magnesium dan Besi, cenderung memperkaya resevoir magma yang terletak disebelah bawah reservoir dengan unsur-unsur tersebut. Proses ini mungkin menghasilkan kristal badan bijih dalam bentuk perlapisan. Lapisan paling bawah diperkaya dengan mineral-mineral yang lebih berat seperti mineral-mineral silikat dan lapisan diatasnya diperkaya dengan mineral-mineral Silikat yang lebih ringan.

5. Assimilation of Wall Rock, Selama emplacement magma, batu yang jatuh dari dinding reservoir akan bergabung dengan magma. Batuan ini bereaksi dengan magma atau secara sempurna terlarut dalam magma, sehingga merubah komposisi magma. Jika batuan dinding kaya akan Sodium, Potasium dan Silikon, magma akan berubah menjadu komposisi granitik. Jika batuan dinding kaya akan Kalsium, Magnesium dan Besi, magma akan berubah menjadi berkomposisi Gabroik.

6. Thick Horizontal Sill, Secara umum bentuk ini memperlihatkan proses differensiasi magmatik asli yang membeku karena kontak dengan dinding reservoir. Jika bagian sebelah dalam memebeku, terjadi Crystal Settling dan menghasilkan lapisan, dimana mineral silikat yang lebih berat terletak pada lapisan dasar dan mineral silikat yang lebih ringan.

7. Fragsinasi, Proses pemisahan Kristal-kristal dari larutan magma, karena proses kristalisasi berjalan tidak seimbang atau Kristal-kristal mengubah perkembang. Komposisi larutan magma yang baru ini terjadi terutama karena adanya perubahan temperatur dan tekanan yang menyolok dan tiba-tiba.

8. Liquid Immisbility, Ialah larutan magma yang mempunyai suhu rendah akan pecah menjadi larutan yang masing-masing akan membelah membentuk bahan yang heterogen.

E. Teori tentang indek unsur kimia magma
Secara umum bauan beku disusun oleh enam kelompok mineral seperti olivin, piroksen, amfibol, mika, feldspar dan kuarsa. Kita ketahui bahwa batuan beku merupakan hasil pembekuan langsung magma baik didalam bumi maupun diatas permukaan bumi, jadi komposisi magma dapat diketahui dari studi batuan beku. Contoh terbaik magma dipermukaan bumi adalah lava. Unsur-unsur yang terkandung didalm mineral-mineral penyusun batuan beku adalah Si (silikon), Al (Aluminium), Ca (Kalsium), Na (Sodium), K (Potasium), Fe (Besi), Mg (Magnesium), H (Hidrogen), O (Oksigen), unsur-unsur ini selalu diekspresikan dalam ion oksida sebagai SiO2, Al2O3, dst., oleh sebab itu unsur-unsur ini merupakan unsur-unsur terpenting didalam magma sehingga unsur ini sering dipakai para ahli sebagai komponen pembanding untuk klasifikasi batuan magma.
Secara mendasar komposisi kimia dan mineralogi daerah sumber mengendalikan kelebihan kimiawi btuan magma (gambar 1.2). komposisi unsur-unsur utama dan jejak ditentukan oleh jenis proses peleburan dan derajat peleburan sebagaian, walaupun komposisi peleburan dapat dimodifikasi dalam jumlah besar selama menuju permukaan bumi (Rollinson, 1993). Daerah sumber merupakan ciri khas terbaik dengan komposisi isotop radiogeniknya karena perbandingan isotop tidak berubah selama proses peleburan sebagian dan proses-proses dapur magma. Komposisi sumber sendiri adalah fungsi dari proses-proses pencampuran yang ada didalam daerah sumber.
Gambar 1.2. Diagram alir yang memperlihatkan proses-proses penting yang mengedalikan komposisi batuan beku (Rollinson, 1993)
Dari gambar diatas dapat diketahhui bahwa batuan magma disaring terlebinh dulu melelui dapur magma sebelum perpindahannya ke permukaan bumi atau dekat permukaan bumi. Proses-proses dalam dapur magma sering merubah komposisi kimia magma primer produk peleburan sebagian sumber melalui fraksinasi kristal, pencampuran magma, kontaminasi, atau pencampuran dinamis beberapa proses-proses tersebut. Selanjutnya kemungkinan batuan beku secara kimiawi berubah kerena pelepasan gas atau karena interaksinya dengan cairan yang dapat mempengaruhi kimia isotop stabil.
Flint (1977) menjelaskan bahwa komposisi magma hasil analisis kimia memnjukkan kisaran 45% berat dan sampai 75% berat SiO2. Hanya sedikit lava yang komposisi SiO2 mencapai serendah 30% berat dan setinggi 80% berat, tetapi variasu ini terbentuk apabila magma terasimilasi oleh fragmen batuan sedimen dan batuan malihan atau ketika diferensiasi magma sehingga menyebabkan komposisi magma berubah.
Berdasarkan analisis kimia tersebut didapt tiga jenis magma (gambar 1.3) yaitu:
·         Magma mengandung sekitar 50% SiO2 membentuk batuan beku basal, diabas dan gabro.
·         Magma mengandung sekitar 60% SiO2 membentuk batuan beku andesit dan diorit.
·         Magma mengandung sekitar 70% SiO2 membentuk batuan beku riolit dan granit.
Selain komposisi senyawa SiO2, pada gambar juga memperlihatkan bahwa batuan beku basal/gabro didominasi oleh mineral yang berkomposisi Al2O3, FeO, MgO, dan CaO, sedangkan batuan riolit/granit didominasi oleh mineral yang mempunyai komposisi Al2O3, Na2O3, dan K2O.
Dipihak lain Peccerillo dan Taylor (1976) membagi magme berdasarkan kandungan SiO2 (tabel 1.5). dan kombinasi antara SiO2 dan K2O (gambar 1.4). komposisi kombinasi menunjukkan adannya afinitas magma K-rendah (low-K series) atau sering disebut Tholeiite, K-menengah rendah (calc-alckaline series), K-menengah tinggi (high-K calc alkaline series), dan K-tinggi (shoshonite series). Pada gambar 1.4. dapat dijelaskan bahwa terdapat beragam komposisi batuan beku seperti; andesit tholeiit, andesit kapur alkali dan andesit shosonit, begitupun juga untuk komposisi batuan beku yang lain. Sebagai contoh andesit tholeiit berarti batuan beku volkanik yang disusun oleh silika sebesar 57 -63 %  berat dan berasal dari magma dengan kandungan potasium rendah (K < 0,2 % berat).   
F. Teori tentang kristalisasi magma
Ahli geologi membedakan dua bentuk hasil peleburan yaitu magma dan lava. Kita ketahui bahwa magma yang terdapt didalam bumi dpat berupa cairan sempurna, kemungkinan berupa cairan sempurna antara larutan dengan kristal padat dan gas yang terlarut didalamnya.
Kristal padat melebur bilammana ikatan-ikatan antar ion-ion terurai/lepas, membiarkan partikel-partikel dengan tiba-tiba bergerak bebas (gambar 1.5). pada waktu suhu dibawah permukaan bumi bertambah tinggi, maka tidak lama kemudian batuan kristal padat terpanaskan dan akhirnya ikatan-ikatan dalam mineral hancur sehingga tinggal sedikit sedikit fragmen padat yang terkandung dalam larutan magma. Bebagai jenis mineral mempunyai titik lebur berbeda dan perbedaan titik lebur mineral sejalan dengan meningkatnya panas secara berangsur. Berhubungan terjadinnya pengayaan dan masuknya mineral peleburan baru maka komposisi magma berubah. Sementara itu, ion-ion yang terdapat didalam magma terus-menerus bergerak membentuk ikatan yang bersifat sementara yang secara periodik hancur dan terbentuk kembali.
Gambar 1.6. Panas menyebabkan atom-atom padat bergetar sampai beberapa ikatan kimia menjadi lemah dan hancur yang kemudian terjadi peleburan.
Perbandingan mekanisme antara tahap peleburan batuan dan tahap kristalisasi batuan ditunjukkan oleh gambar 1.7. dalam contoh tersebut kristalisasi awal terjadi pada temperatur sekitar 1225o C terbentuk mineral olivin, sedangkan peleburan awal terjadi pada temperatur 1100o C meleburkan mineral piroksin, yang kemudian diikuti oleh plagioklas dan olivin.
Perkembangan magma primer dari menuju permukaan bumi dari pemisahan kedalaman yang beragam atau berkisar lebih besar dari pada 100 km sekurang-kurangnya 50 km dalam tataan tektonik yang berbeda, magma akan mulai mebeku dan akhirnya mengkristal. Pembekuan magma ini terjadi pada suhu yang spesifik (gambar 1.8) yaitu dikenal sebagai suhu dimana terjadi awal kristalisasi (liquidis) dan suhu di akhir kristalisasi (solidus). Liquidus dan  solidus tergantung pada tekanan dan keduannya subparalel dalam ruang P – T. Wilson (1989) menyebutkan bahwa secara umum diperkirakan thap awal menyerupai garis kenaikan adiabatik dan oleh sebab itu diberikan lereng P – T pada liquidus, magma basal mungkin tidak mengkristal hingga merekan mencapai kedalaman kerak bumi. Bagaimananpun juga, magma primer pikrit mengkristal sejumlah olivin dalam perjalanannya ke permukaan bumi.
Gambar 1.7. Memperlihatkan perbandingan antara tahap peleburan batuan dan kristalisasi batuan pada setiap perubahan temperatur. Sebagai contoh mineral olivin, piroksen dan plagioklas.
Gambar 1.8.    Skema yang memperlihatkan magma basal naik menuju permukaan bumi yang berhubungan dengan selang kristalisasi. Magma primer jalur A membentuk dapur magma porfiritik dan magma primer jalur B membentuk batuan hipabasal atau plutonik (Wilson, 1989).
Pertannya mendasar bagaimana magma dengan komposisi berbeda dapat terbentuk?. Beberapa magma mafik akan bergenerasi pada daerah yang dalam dikerak bumi bagian bawah atau mantel bagian atas karena peleburan bumi dari batuan ultra mafik. Mineral yang mempunyai titik lebur rendah akan melebur lebih awal dan mineral yang mempunyai titik tinggi tidak melebur. Bila kedudukannya lebih dalam lagi didalam kerak maka berbagai batuan akan melebur secara sempurna, menghasilkan magma dan komposisi magma yang sama. Namun, ketika magma membeku, akan menghasilkan mineral yang spesifik pada suhu yang spesifik pula sesuai dengan aturan kristalisasi mineral penyusun batuan beku. Aturan kristlaisasi ini dapat dilihat pada fractional crystallization atau differentiation. Dari magma yang ditunjukkan oleh Norman Levi Bowen (1928; Kushiro, 1979).
Fraksionasi kristal adalah proses pemisahan kristal dari suatu kristalisasi magma karena grafitasi, baik yang melayang ataupun yang tenggelam (atau beberapa proses lain). Menurut Condie (1982) proses inilah yang membuat larutan magma menjadi lebih asam atau meningkatnya kandungan SiO2 dan kaya alkali. Rollinson (1993) menyebutkan bahwa fraksionasi kristal merupakan proses utama didalam evolusi batuan beku, dan seringkali menyebabkan kecenderungan yang tampak pada diagram variasi bataun beku. Secara normal penggabungan frasionasi mineral ditunjukkan oleh kehadiran fenokris. Jika kecendrungan pada diagram variasi dikontrol oleh komposisi fenorkis maka hal ini mungkin dapat disimpulkan bahwa kimia batuan dikendalikan oleh fraksionasi kristal. Sementara itu Huang (1962) mendefinisikan fraksionasi kristal sebagai proses dimana magma menghasilkan bagian yang berbeda karena pemisahan kristal dari larutan didalam suatu pendinginan magma, sedangkan Middlemost (1985) menyatakan bahwa fraksionasi kristal adalah proses diferensiasi magma yang penting karena proses ini dapat menghasilkan seri larutan sisa yang mempunyai komposisi berbeda dibandingkan dengan magma induknya. Beberpa penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya ini memberikan gambaran yang kita sebut sebagai magma akibat kristalisasi adalah perubahan komposisi yang terjadi didalm magma karena pemisahan mineral-mineral yang terbentuk lebih dulu dari cairan sisa.
Fraksionasi magma merupakan pemisahan magma menjadi dua bagian (fraksi) yang lebih kecil dalam material asam melalui peleburan sebagian dan atau kristalisasi sebagian. Dua bagian yang lebih kecil tersebut dapat dijelaskan sebagian massa yang berbeda komposisi, berbeda dengan material asal, dipisahkan melalui gravity settling atau pergerakan larutan ke arah atas (gambar 1.9). untuk menghasilkan suatu fraksionasi kristal dibutuhkan suatu mekanisme alami yaitu mekanisme yang dapat memisahkan kristal dari magma atau memisahkan kristal tersebut sehingga tidak lagi bereaksi dengan magma. Gambar tersebut memperlihatkan mekanisme batuan induk yang berkomposisi mafik (A) berupa basal/gabro menjalani fraksionsi menghasilkan sisa padat yang berkomposisi ultra mafik (B) berupa peridotit, dan larutan berkomposisi intermediet (C) berupa anadesit/diorit, sementara larutan intermediet masih mejalani frakasionasi menghasilkan sisa padat berkomposisi mafik (D) berupa basal/gabro, dan larutan berkomposisi felsik (E) riolit/granit. Tampak pula pada gambar bahwa larutan sisa mempunyai komposisi lebih asam dibandingkan dengan sisa endapan yang terbentuk terlebih dahulu dan demikian seterusnya hingga sampai pada titik dimana unsur-unsur berat Mg-Fe penyusunnya habis dan tinggal unsur-unsur ringan (K, Al, Na) yang membentuk batuan beku yang berkomposisi lebih asam. Bandingkan dengan persentase komposisi pada gambar 1.4.
 Mekanisme yang memperlihatkan proses fraksionasi magma.

Kita ketahui bahwa keseluruhan yang terjadi didalm bumi tidak semuannya berjalan normal, artinya bumi bersifat dinamis, selalu berubah. Sebagai contoh magma dari yang ultra basa kearah yang lebih asam, tidak selalu mengikuti hukum diferensiasi normal, melainkan juga dipengaruhi oleh proses lain yang menyertainnya. Diferensiasi magma merupakan pembagian kelas-kelas magma sesuai dengan komposisi kimianya yang terjadi pada saat magma mulai membeku. Pembekuan magma dan kristalisasi akan membentuk batuan dengan barbagai modifikasi komposisi melalui kristalisasi fraksional dan setimbang, asimilasi, difusi dan transfer gas, larutan tak bercampur (liquid immiscibility), hibridisasi (hybridiztion), autometasomatisme, dan pencampuran magma (magma mixing). Kombinasi dari berbagai proses tersebut menghasilkan keanekaragaman batuan beku di permukaan bumi.
Asimilasi menggambarkan magma yang melebur, larut dan atau bereaksi dengan batuan samping sehingga menghasilkan batuan lebur dengan densitas dan viskositas yang kontras, sedangkan pencampuran dua magma (magma mixing/mingling) yang berbeda komposisi membentuk magma tunggal dengan komposisi sebagian berasal dari magma asal tersebut. Batuan beku yang terbentuk karena proses asimilasi dengan batuan samping (masuknya batuan samping kedalam tubuh magma) akan banyak dijumpai xenoliths (accidental rocks) dan atau xenocrysts.
Terjadinnya proses asimilasi magma sebagai akibat adanya material asing dalam tubuh magma. Adanya batuan disekitar magma yang masuk atau hadir sebagai xenolit dan bereaksi dengan magma induk. Penambahan material asing kedalam tubuh magma ini menyebabkan komposisi magma induk berubah. Komposisi magma baru tergantung pada batuan yang bereaksi dengan magma induk, sehingga magma baru tersebut akan menghasilkan batuan beku dengan komposisi yang berbeda.
Pencampuran magma merupakan pembentukan magma baru karena terjadinya pencampuran dua magma atau lebih yang berbeda sifat dan sumbernya. Misal magma yang berkomposisi basal dengan riolit. Proses ini sering disebut dengan hibridisasi yang dicirikan oleh kandungan mineral yang heterogen dan tidak mengikuti Seri Reaksi Bowen.



Lava
Lava adalah cairan larutan magma pijar yang mengalir keluar dari dalam bumi melalui kawah gunung berapi atau melalui celah (patahan) yang kemudian membeku menjadi batuan yang bentuknya bermacam-macam.
Bila cairan tersebut encer akan meleleh jauh dari sumbernya membentuk aliran seperti sungai melalui lembah dan membeku menjadi batuan seperti lava ropi atau lava blok (umumnya di Indonesia membentuk lava blok). Bila agak kental, akan mengalir tidak jauh dari sumbernya membentuk kubahlava dan pada bagian pinggirnya membeku membentuk blok-blok lava tetapi suhunya masih tinggi, bila posisinya tidak stabil akan mengalir membentukawan panas guguran dari lava.
Berdasarkan komposisi dan sifat fisik dari magma asalnya, siaft-sifat eksternal dari lava seperti cara-cara bergerak atau (mengalir), sebaran dan sifat eksternalnya seperti bentuk dan strukturnya setelah membeku, tipe lava dapat dibagi menjadi tiga kelompok; lava basltis, lava andesitis, lava riolitis.
Lava Basaltis
Merupakan lava yang paling banyak dikeluarkan berasal dari magma yang bersusunan mafis, bersuhu tinggi dan mempunyai viskositas yang rendah. Lava ini aka mudah mengalir pada lembah yang ada dan mampu menyebar hingga mencapai jarak yang sangat jauh apabila lerengnya cukup besar, tipis dan magma yang keluar cukup banyak. Di Hawaii lava basaltis mampu menempuh jarak hingga ± 50 km dari sumbernya dengan ketebalan rata-rata 5 meter.di Iceland bahkan jaraknya dapat mencapai hingga 100 km lebih, dan ditaran Columbia lebih dari 150 km. Lava basaltis akan membeku menghasikan dua macam bentuk yang khas, yaitu bentuk Aa dan Pahoehoe (istilah Polynesia di Hawaii, dilafalkan pa-hoy-hoy, yang artinya “tali”).
Lava yang encer akan bergerak mengalir dengan kecepatan 30 km/jam, menyebar sehingga mampu mencapai ketebalan 1 meter, dan membeku dengan permukaan yang masih elastis sehingga akan terseret-seret dan membentuk lipatan-lipatan melingkar seperti tali (gambar 1.10). semakin jauh dari pusatnya kekentalannya akan meningkat dan membeku dengan permukaan yang rapuh namun bagian dalamnya yang masih panas dan encer tetap bergearak dan menyeret bagian permukaan yang membeku. Karena bagian dalamnya bergerak lebih cepat dari permukaanya, maka akibatnya akan membentuk permukaan lava yang kasar, dengan ujung-ujungnya yang runcing-tuncing. Bentuk lava seperti itu disebut lava Aa (dilafalkan “ah-ah”).

Lava berbentuk tali (kiri) , lava yang ujungnya runcing-runcing (kanan) (sumber; google.com)
            Block lava atau lava bongkah merupakan istilah yang diterpakan untuk segala jenis lava yang mempunyai permukaan yang kasar berbongkah-bongkah. Kedalamnya juga termasuk lava Aa. Bentuk bongkah yang terjadi karna permukaanya yang cepat membeku sedangkan bagian dalamnya masih bergerak karena panas yang agak kental. Sifat hal lainnya yang terdapat pada beberapa jenis lava basaltis adalah kehadiran lubang-lubang dari bekas kandungan gas yang keluar pada saat lava membeku. Gas yang terlarut didalam magma akan naik kebagian atas dari magma pada saat mendingin dan kemudian meninggalkan lubang-lubang (vesicles) sebesar kacang pada bagian permukaan lava. Basalt yang mempunyai lubang-lubang dalam jumlah yang cukup banyak disebut skoria.
            Lava basaltis pada saat membeku juga sering membentuk struktur seperti tiang (gambar 1.11). dengan penampang segi lima (columnar jointing). Apabila keluarnya lava basalt berlangsung dibawah laut (submarine), lava akan membeku membentuk struktur mebulat lonjong dengan permukaan yang licin seperti permukaan gelas akibat proses pendinginan yang cepat, dan cembung tetapi dengan dasar yang mendatar. Lava yang mengalir kemudian diatasnya, akan mengikuti permukaan membulat yang telah ada dibawaahnya. Disamping bentuknya menyerupai tumpukkan-tumpukkan bentuk lonjong dengan permukaan yang membulat, juga penampangnya mempunyai struktur rekahan radial sebagai akibat perenggangan.
Ciri khas lainnya dari lava bantal adalah adanya sedimen yang mengisi ruang diantara bentuk lonjongnya, yaitu endapan laut yang terperangkap pada saat lava mengalir dan membeku.

Lava bantal (kiri), lava segi lima/columnar jointing (kanan) (sumber; google.com).
Lava Andesit
Lava ini mempunyai susunan antara basaltis dan riolitis, atau intermediate. Lava andesitis yang mempunyai sifat fisik kental, tidak mampu mengalir jauh dari pusatnya. Pada saat membeku, seperti halnya lava basaltis juga dapat membentuk struktur Aa, kekar tiang dan struktur bantal. Tetapi jarang sekali terbentuk struktur pahoe-hoe.
Lava Riolit
Karena magmajenis ini sifatnya sangat kental, jarang sekali dijumpai sebagai lava, karena sudah membeku dibawah permukaan karena telah terjadi erupsi.

Kristalisasi adalah proses pembentukan bahan padat dari pengendapan larutan, melt (campuran leleh), atau lebih jarang pengendapan langsung dari gas. Kristalisasi juga merupakan teknik pemisahan kimia antara bahan padat-cair, di mana terjadi perpindahan massa (mass transfer) dari suat zat terlarut (solute) dari cairan larutan ke fase kristal padat.
Proses Kristalisasi Magma,Karena magma merupakan cairan yang panas, maka ion-ion yang menyusun magma akan bergerak bebas tak beraturan. Sebaliknya pada saat magma mengalami pendinginan, pergerakan ion-ion yang tidak beraturan ini akan menurun, dan ion-ion akan mulai mengatur dirinya menyusun bentuk yang teratur. Proses inilah yang disebut kristalisasi.
Pada proses ini yang merupakan kebalikan dari proses pencairan, ion-ion akan saling mengikat satu dengan yang lainnya dan melepaskan kebebasan untuk bergerak. Ion-ion tersebut akan membentuk ikatan kimia dan membentuk kristal yang teratur. Pada umumnya material yang menyusun magma tidak membeku pada waktu yang bersamaan.Kecepatan pendinginan magma akan sangat berpengaruh terhadap proses kristalisasi, terutama pada ukuran kristal.
Apabila pendinginan magma berlangsung dengan lambat, ion-ion mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dirinya, sehingga akan menghasilkan bentuk kristal yang besar. Sebaliknya pada pendinginan yang cepat, ion-ion tersebut tidak mempunyai kesempatan bagi ion untuk membentuk kristal, sehingga hasil pembekuannya akan menghasilkan atom yang tidak beraturan (hablur), yang dinamakan dengan mineral gelas (glass).
Pada saat magma mengalami pendinginan, atom-atom oksigen dan silikon akan saling mengikat pertama kali untuk membentuk tetrahedra oksigen-silikon. Kemudian tetahedra-tetahedra oksigen-silikon tersebut akan saling bergabung dan dengan ion-ion lainnya akan membentuk inti kristal dan bermacam mineral silikat. Tiap inti kristal akan tumbuh dan membentuk jaringan kristalin yang tidak berubah. Mineral yang menyusun magma tidak terbentuk pada waktu yang bersamaan atau pada kondisi yang sama. Mineral tertentu akan mengkristal pada temperatur yang lebih tinggi dari mineral lainnya, sehingga kadang-kadang magma mengandung kristal-kristal padat yang dikelilingi oleh material yang masih cair.Komposisi dari magma dan jumlah kandungan bahan volatil juga mempengaruhi proses kristalisasi.
Karena magma dibedakan dari faktor-faktor tersebut, maka penampakan fisik dan komposisi mineral batuan beku sangat bervariasi. Dari hal tersebut, maka penggolongan (klasifikasi) batuan beku dapat didasarkan pada faktor-faktor tersebut di atas. Kondisi lingkungan pada saat kristalisasi dapat diperkirakan dari sifat dan susunan dari butiran mineral yang biasa disebut sebagai tekstur. Jadi klasifikasi batuan beku sering didasarkan pada tekstur dan komposisi mineralnya.
Jenis Kristalisasi Berdasarkan Proses Utama – Dipandang dari asalnya, kristalisasi dapat dibagi menjadi 3 proses utama :
1.        Kristalisasi dari larutan ( solution ) : merupakan proses kristalisasi yang umum dijumpai di bidang Teknik Kimia : pembuatan produk-produk kristal senyawa anorganik maupun organic seperti urea, gula pasir, sodium glutamat, asam sitrat, garam dapur, tawas, fero sulfat dll.
2.        Kristalisasi dari lelehan ( melt ) : dikembangkan khususnya untuk pembuatan silicon single kristal yang selanjutnya dibuat silicon waver yang merupakan bahan dasar pembutan chip-chip integrated circuit ( IC ). Proses Prilling ataupun granulasi sering dimasukkan dalam tipe kristalisasi ini.
3.        Kristalisasi dari fasa Uap : adalah proses sublimasi-desublimasi dimana suatu senyawa dalam fasa uap disublimasikan membentuk kristal. Dalam industri prosesnya bisa meliputi beberapa tahapan untuk.
Asimilasi magma
Proses ini dapat terjadi pada saat terdapat material asing dalam tubuh magma seperti adanya batuan disekitar magma yang kemudian bercampur, meleleh dan bereaksi dengan magma induk dan kemudian akan mengubah komposisi magma.
Dalam proses asimilasi, terkadang batuan-batuan yang ada di sekitar magma chamber yang kemudian masuk ke dalam magma membeku sebagai satu bentuk inklusi batuan yang disebut dengan xenolith. Namun bentukan inklusi ini juga dapt terbentuk sebagai suatu inklusi kristal yang disebut dengan xenocrsyt.
Skema differensiasi magma menurut Jackson K.C.(1970)
Dr. Lucas Donni Setiadji, seorang petrologist yang juga merupakan dosen Jurusan Teknik Geologi FT-UGM menyatakan bahwa Diferensiasi (Differentiation) merupakan suatu proses yang menghasilkan magma turunan (derivative magmas) yang berbeda komposisi kimia dan mineralogi dari Primitive Parental Magma atau yang kita sebut sebagai magma induk. Secara umum proses diferensiasi dianggap terjadi dalam reservoir magma di dalam kerak (kedalaman < 10 km), dimana magma dalam kondisi yang stagnan, mendingin secara perlahan dan memiliki waktu ysng cukup untuk mengkristal. Proses diferensiasi yang paling penting adalah Kristalisasi Fraksinasi (fractional crystallization), sedangkan proses lainnya antara lain asimilasi dan magma mixing.
Magma mixing
terjadi saat dua jenis magma yang berbeda bertemu dan kemudian bercampur menjadi satu menghasilkan satu jenis magma lain yang homogen yang disebut dengan magma turunan. Magma turunan ini biasanya bersifat pertengahan dari kedua jenis magma yang bercampur. Sebagai contoh, magma andesitic dan dacitic kemungkinan adalah magma intermediet yang terbentuk dari hasil pencampuran magma asam dan magma basa. Kedua jenis magma ini dpat bertemu apabila dalam suatu regional terdapat 2 magma chamber yang memiliki potensi dan berjarak tidak jauh dan kemudian terjadi intrusi magma berupa sill atau dike dari salah satu magma chamber lalu intrusi ini mencapai magma chamber yang lain. Dari intrusi yang menerobos dan bertemu dengan magma chamber inilah kemudian terjadi proses pencampuran 2 jenis magma yang berbeda menghasilkan satu jenis magma baru yang bersifat tengahan dari 2 jenis magma yang bercampur tersebut.